Jumat, 26 April 2013

Memungut Hikmah di Balik Gerhana


Bagi seorang Muslim, setiap peristiwa selalu mengandung hikmah. Gerhana menyiratkan sebuah pelajaran. Tentang betapa kecilnya kita di hadapan Allah yang Maha Besar dan Maha Kuasa.


          30 Shafar 9 H. Hari itu Rasulullah saw berduka. Ibrahim, putra beliau yang baru berusia 70 hari meninggal dunia. Madinah pun bersedih.
Seketika, pada siang yang berduka itu terjadi peristiwa yang tidak biasa. Cuaca tiba-tiba gelap. Raja siang yang menerangi jagad, tiba-tiba lenyap. Gerhana  matahari total pun terjadi.
Penduduk Madinah segera menghubungkan kejadian itu dengan wafatnya Ibrahim, putra Rasulullah saw. “Inkasafatisy-syamsu li mauti ibrahiim (matahari pun gerhana  karena wafatnya Ibrahim!).” Demikian ujar beberapa orang penduduk Madinah.
Mendengar hal itu, Rasulullah saw bersabda, “Innasy-syamsa wal-qamara aayataani
min aayaatil-laah. Laa yakhsifaani li mauti ahadin wa laa li hayaatih. Fa idzaa ra'aitumuu humaa fad`ullaaha wa shalluu. (Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua ayat dari ayat-ayat Allah. Tidaklah mereka gerhana  lantaran kematian atau kehidupan seseorang. Jika kamu sekalian menyaksikan kedua gerhana  itu, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah)”
Dalam hadits lain terdapat tambahan "wa tashaddaquu" (dan bersedekahlah). Selanjutnya, Rasulullah saw memimpin shalat gerhana  sekaligus mencontohkan tata caranya. Yaitu, dua rakaat dengan empat ruku dan empat sujud. Setelah shalat, Rasulullah saw memberikan khutbah yang menerangkan bahwa fenomena alam adalah ayat-ayat Allah dan jangan sampai umat beliau tergelincir dalam kemusyrikan dan kebodohan.
          Dalam khutbah shalat gerhana  itu, Rasulullah saw mengutip surah al-Fushshilat ayat 37, “Dan sebagian dari ayat-ayat-Nya adalah malam dan siang, serta matahari dan bulan. Janganlah kalian menyembah matahari, dan jangan pula menyembah bulan. Tetapi menyembahlah kalian kepada Allah yang telah menciptakan mereka, jika kalian benar hamba-hamba Allah.”
Gerhana  merupakan fenomena alam yang berkaitan dengan peredaran bulan dan bumi. Bulan beredar mengelilingi bumi. Bumi dan bulan sebagai satu kesatuan senantiasa beredar mengelilingi matahari sebagai pusat tata surya kita. Pada suatu saat, bumi terletak satu garis lurus di antara bulan dan matahari, sehingga bulan tertutup oleh bayangan bumi. Ada kalanya tertutup total dan lebih sering tertutup sebagian. Itulah gerhana  bulan, yang dalam bahasa Arab disebut khusuf (dari kata kerja khasafa yang artinya tenggelam, menghilang).
Pada saat lain, bulan terletak satu garis lurus di antara bumi dan matahari, sehingga cahaya matahari ke bumi terhalang oleh bulan. Ada kalanya terhalang total dan lebih sering terhalang sebagian. Itulah gerhana  matahari, yang dalam bahasa Arab disebut kusuf (dari kata kerja kasafa yang artinya menjadi gelap).
          Di zaman purba, sebelum ilmu pengetahuan berkembang, masyarakat primitif menganggap gerhana  sebagai tanda kemurkaan para dewa atau akibat ulah ruh-ruh jahat yang mencoba menelan bulan atau matahari. Untuk menebus kemarahan para dewa atau mengusir roh-roh jahat—sebagaimana mereka yakini, mereka membuat berbagai sesaji atau mengerjakan hal-hal aneh, seperti memukul kentongan, bersembunyi di kolong ranjang, ibu yang sedang hamil harus mandi tengah malam, dan sebagainya.
          Padahal, gerhana adalah fenomena alam biasa yang seharusnya merangsang kita untuk menalari alam semesta yang luas ini. Alam semesta yang diketahui manusia tersusun atas puluhan adigugus (supercluster), antara lain Adigugus Virgo, Adigugus Hydra, Adigugus Perseus, Adigugus Opiuchus, Adigugus Hercules. Kita berada dalam Adigugus Virgo, yang berdiameter 100 juta tahun-cahaya (1 tahun-cahaya = 9,46 x 1012 km atau hampir 10 triliun km!) dan meliputi ratusan gugus (cluster), antara lain Gugus Lokal, Gugus Centaurus, Gugus Fornax, Gugus Puppis, Gugus Coma. Kita berada dalam Gugus Lokal, yang berdiameter tiga juta tahun-cahaya dan meliputi sekitar 30-an galaksi, antara lain Galaksi Bimasakti (Milky Way), Galaksi Andromeda, Galaksi Awan Magellan, Galaksi Sagitarius, Galaksi Triangulum.
          Kita berada dalam Galaksi Bimasakti, galaksi berbentuk spiral yang berdiameter 120 ribu tahun-cahaya dan terdiri atas 100 milyar bintang. Satu butir dari 100 milyar bintang di Galaksi Bimasakti itu bernama matahari, yang menempati lengan Orion dan terletak 28 ribu tahun-cahaya dari pusat galaksi, beredar mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan 225 km per detik, sehingga sekali keliling memerlukan waktu 250 juta tahun. Bintang-bintang tetangga matahari di lengan Orion antara lain Alpha Centauri (bintang terdekat yang jauhnya 4,3 tahun-cahaya), Barnard (6 tahun-cahaya), Sirius (8,7 tahun-cahaya), Altair (16 tahun-cahaya), Vega (25 tahun-cahaya), Capella (41 tahun-cahaya), Aldebaran (60 tahun-cahaya), Betelguese (500 tahun-cahaya), dan Rigel (815 tahun-cahaya).
          Matahari berdiameter 1.393.200 km dengan massa 2x1030 kg dan memiliki pengikut delapan planet besar, tiga planet kecil, 165 bulan (data awal 2007) serta ribuan asteroid, meteorid dan komet. Planet-planet besar milik matahari adalah Merkurius, Venus atau Kejora, Bumi (memiliki satu bulan), Mars (dua bulan), Yupiter (63 bulan), Saturnus (56 bulan), Uranus (27 bulan), dan Neptunus (13 bulan). Ada juga tiga planet kecil, yaitu Ceres, Pluto (memiliki tiga bulan) dan Eris.
Bumi kita yang kecil mungil ini berdiameter 12.756 km dengan massa 6x1024 kg, terletak 150 juta km (delapan menit-cahaya) dari matahari, beredar mengelilingi matahari dengan kecepatan 30 km per detik, sehingga sekali keliling memerlukan waktu 365,25 hari (satu tahun).
          Matahari kita merupakan "gas raksasa" yang tersusun dari hidrogen dan helium. Setiap detik, 657 juta ton hidrogen diubah menjadi 653 juta ton helium. Empat juta ton massa yang hilang berubah menjadi energi sebanyak 3,6 x 1026 joule, sesuai dengan persamaan Einstein: E = mc2, berupa sinar yang terpancar ke segenap penjuru tata surya. Bumi kita setiap detik hanya menerima 1,6 x 1017 joule (kurang dari seperdua milyar dari total cahaya matahari), dan sebagian besar energi matahari yang sampai ke bumi itu belum dimanfaatkan oleh manusia.
Merunut fakta tersebut, betapa kecil sosok manusia di hadapan alam semesta. Apalagi kalau dibandingkan dengan kekuasaan Allah SWT. Gerhana seharusnya mengajarkan kepada kita tentang banyak hikmah. Di antaranya menunjukkan kuasa Allah atas makhluknya. Sungguh, dibandingkan dengan manusia, alam begitu luas dan besar. Renungkan, betapa kecil diri kita jika dibandingkan dengan bumi. Betapa kecil bumi yang kita huni ini jika dibandingkan dengan Galaksi Bimasakti. Betapa kecil Galaksi Bimasakti jika dibandingkan dengan Gugus dan Adigugus.
Sungguh, Allah Maha Besar!
          Hepi Andi Bastoni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar