Jumat, 08 April 2016

Belajar dari Wanita Pemberani



Oleh : Hepi Andi Bastoni
IG : @Hepiandibastoni

Tuntutan dari beberapa sahabiyat menyebabkan Asma’ binti Yazid mempercepat langkahnya. Ia bergegas menemui Rasululullah saw untuk mengadukan permasalahan yang dia dan teman-temannya hadapi. Saat itu, Rasulullah saw sedang duduk bersama beberapa sahabatnya.
Di hadapan Rasulullah saw, Asma’ berkata, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusan bagimu, engkau utusan Allah, sedang aku utusan para wanita Muslimah yang ada di belakangku. Mereka mengatakan seperti yang kukatakan, yang berpendapat seperti pendapatku. Sesungguhnya, Allah mengutusmu pada kaum laki-laki dan wanita. Kami beriman kepadamu dan mengikutimu. Kami para wanita terkungkung, terpingit di rumah, tempat menyalurkan syahwat bagi kaum laki-laki dan mengandung anak-anak mereka. Bisakah kami menyamai kaum lelaki dalam pahala wahai Rasullullah?”


          Rasulullah saw menghadapkan wajah kepada para shahabatnya dan bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar perkataan seorang wanita, yang pertanyaannya tentang agama lebih baik dari wanita ini?”
Para sahabat diam. Rasulullah saw menengok ke arah Asma’ binti Yazid dan bersabda, “Kembalilah wahai Asma’. Ajarilah para wanita yang ada di belakangmu bahwa kebaikan salah seorang di antara kalian terhadap suaminya, mencari ridhanya dan mengikuti persetujuannya,sama dengan semua pahala kaum laki-laki yang engkau sebutkan tadi.”
          Asma’ kembali sambil bertahlil dan bertakbir, karena merasa gembira dengan apa yang disampaikan Rasulullah saw.
            Ada dua hal yang menarik untuk diteladani dari cuplikan percakapan Rasulullah saw dan Asma’ di atas. Pertama, keberanian Asma’ menyampaikan pendapatnya di hadapan Rasulullah saw. Ia merupakan contoh mengagumkan dari kalangan wanita yang berani bertanya pada Rasulullah saw.
Di kalangan ahli sejarah, sosok Asma’ binti Yazid dikenal sebagai wanita yang memiliki logika baik, fasih dan kata-katanya memikat. Ia juga sangat mahir berpidato. Tak heran karena kemahirannya mengola kata, sejarawan menjulukinya khathibatun-nisa’, Orator Para Wanita.
Karena kelebihannya ini, ia sering menjadi utusan para wanita untuk menemui Rasulullah saw. Dia sering menemui Rasulullah saw untuk bertanya tentang hal-hal detil yang jarang ditanyakan orang lain. Seperti diriwayatkan Aisyah, Asma’ pernah bertanya pada Rasulullah saw tentang cara bersuci bagi wanita yang haidh.
Asma’ tidak merasa malu menanyakan hal yang memang sangat perlu diketahui para wanita. Sehingga, Aisyah memberikan pujian pada para wanita Anshar, dengan berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, yang tidak terhalang rasa malu untuk menanyakan masalah agama dan memahaminya.”
          Dengan demikian, tak heran kalau Asma’ binti Yazid termasuk Muslimah yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw setelah ibu Aisyah dan Ummu Salamah. Boleh jadi hal ini disebabkan karena keberaniannya mengunjungi rumah Rasulullah saw. Bahkan, di antara ulama seperti Abu NuaiI menyebutkan bahwa Asma’ binti Yazid pernah menjadi pembantu Rasulullah saw.
            Hanya saja keberanian yang dicontohkan Asma’ binti Yazid ini bukan keberanian membabi buta. Tuntutan yang dia ajukan bukan sembarang keinginan. Permintaan yang dikeluhkan pada Rasulullah saw tak dilandasi hawa nafsu. Tapi, semata untuk mendapatkan ridha Allah. Cara yang ia tempuh adalah menyaingin kaum laki-laki dalam mengumpulkan pahala.
Kedua, kebesaran jiwanya menerima jawaban Rasulullah saw. Ini merupakan salah satu bentuk ketaatannya terhadap Nabi saw. Ketaatan ini bukan kali yang pertama. Bahkan, sejak dia menyatakan diri masuk Islam.
Ketika membaiat Rasulullah saw, Asma’ mengenakan dua buah gelang emas. Saat melihat dua gelangku itu, Rasulullah saw bersabda, “Lepaskan dua gelangmu itu, wahai Asma’! Apakah engkau tidak takut sekiranya Allah mengenakan gelang dari api neraka kepadamu?”
          Asma’ binti Yazid segera melepaskan gelang itu dan tak peduli siapa yang mengambilnya. Benar. Kebahagiaan tidak terletak pada perhiasan dan harta benda, tapi terletak pada ketakwaan dan iman yang hakiki, yang gambarannya tampak ketika dia membuang dua buah gelangnya itu jauh-jauh, agar terhindar dari api neraka.
            Para Muslimah sekarang mesti meneladani sosok seperti Asma’ binti Yazid ini. Takdirnya sebagai wanita tidak menghalanginya untuk berkeinginan mendapatkan pahala seperti yang dicapai kaum laki-laki. Ternyata caranya tak sesulit yang dibayangkan. Ternyata, untuk mendapatkan pahala seperti yang diraih kaum laki-laki tak harus melakukan seperti yang dilakukan kaum Adam.
            Dari sini juga diketahui bahwa tuntutan Asma’ terhadap Rasulullah saw benar-benar demi mendapatkan pahala. Bukan untuk menyaingi kiprah laki-laki. Ketika Rasulullah saw menyatakan bahwa untuk mendapatkan pahala seperti laki-laki bisa dengan berbuat baik pada suami, Asma’ merasa puas. Ia tak menuntut apa-apa lagi karena memang tak ada yang ia inginkan selain ridha Allah dan surga-Nya.
Kendati demikian, bukan berarti Asma’ diam begitu saja dan merasa cukup dengan apa yang dijanjikan Rasulullah saw. Ia banyak terlibat dalam berbagai peristiwa penting dan dia ikut bergabung dalam jihad bersama Rasulullah saw.
Dalam perang Khandaq, Asma’ mengirimkan makanan kepada Rasulullah saw. Ia juga pergi bersama pasukan kaum Muslimin ke Khaibar. Ketika Rasulullah saw wafat, sahabiyah ini tak menghentikan jihadnya. Pada tahun ketiga belas Hijriyah, dia ikut pergi ke Syam untuk mengambil peranannya dalam Perang Yarmuk, dengan menyediakan makanan bagi pasukan, memberi minum para prajurit yang kehausan dan mengobati mereka yang terluka.
          Ibnu Katsir menyebutkan, “Para wanita Muslimah pada hari itu berhasil membunuh sejumlah musuh dari pasukan Romawi. mereka juga memukuli prajurit-prajurit Muslim yang mundur, seraya berkata, ‘Hendak pergi ke mana kalian? Apakah kalian akan membiarkan kami ditawan orang-orang kafir?’”

            Dengan ragam kemuliannya ini, tak heran kalau ia termasuk di antara mereka yang dijanjikan masuk surga. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim dan Tirmidzi, Rasulullah pernah menyebutkan bahwa mereka yang ikut perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah takkan masuk neraka. Dan, Asma’ binti Yazid termasuk di antara mereka yang mengikuti dua peristiwa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar