Rabu, 24 April 2013

Buku "Dua Sisi Umar bin Khattab"


Alhamdulillah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah saw, para sahabat, keluarga dan orang-orang yang mengikuti ajarannya hingga Hari Akhir nanti.
                Meneladani kehidupan para sahabat Nabi saw, ibarat menggali sumber mata air yang tak pernah kering. Ia terus mengucurkan air dan menghilangkan dahaga bagi orang-orang yang kehausan. Begitulah kehidupan orang-orang mulia di sekitar Nabi saw.
                Umar bin Khaththab adalah salah seorang dari mata air itu. Kian banyak buku ditulis, makin banyak keteladanan yang lahir. Umar mencerminkan sosok negarawan yang merakyat, ahli diplomasi yang sangat menghormati hak orang lain, seorang tokoh zuhud yang membenci kemiskinan, dan sahabat nabi yang berani tapi sering ditemukan menangis di keheningan malam. Pada diri Umar, tercermin dua sisi yang selalu dibutuhkan.
                Pada diri Umar benar-benar terangkum dua pribadi ‘berlawanan’. Misalnya, di satu sisi Umar dikenal dengan ketegasannya dan keberaniannya, yang juga ditunjang oleh kekuatan fisiknya. Di sisi lain, ia begitu lembut dan pernah pendapatnya dikalahkan oleh usulan seorang wanita tua. Di suatu waktu ia pernah memaafkan dan membatalkan hukum potong tangan bagi seorang pencuri lantaran ia melakukan perbuatannya karena terpaksa. Di kali lain, ia tetap mengeksekusi seorang pencuri yang tetap ngotot bahwa ia mencuri karena sudah ditakdirkan Allah. “Ya Umar, apakah Anda ingin melawan takdir Allah yang telah menetapkan saya sebagai pencuri?” kata pencuri itu. Dengan tegas Umar menjawab, “Ya, aku melawan takdir Allah untuk melakukan takdir Allah yang lain, yakni memotong tangan kamu!” Dan,
pencuri itu pun dipotong tangannya.
                Buku ini merupakan kumpulan tulisan berupa cuplikan kisah yang dianalisa dan dikaitkan dengan konteks kekinian. Bukan hanya bicara tentang pribadi Umar bin Khaththab tapi juga para sahabat Nabi saw yang lain. Melalui buku ini, kita akan belajar ketegasan dari sosok Abu Bakar ash-Shiddiq dalam membasmi pembangkang zakat dan nabi palsu. Meski dikenal lembut dan pemaaf, tapi dalam menghadapi orang-orang murtad, Abu Bakar tak memberi ampun.
                Kita juga akan bercermin pada sosok Bilal bin Rabah yang merangkum banyak sisi keteladanan: istiqamah, zuhud, ahli perang dan rendah hati. Betapa sempit pemahaman kita kalau menganggap Bilal semata sebagai seorang tukang adzan. Tak heran, dengan begitu banyak keutamaannya, hingga Bilal ‘mendahului’ Nabi saw masuk surga. “Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di surga. Setiap malam aku mendengar gemerisikmu," ujar Rasulullah saw kepada Bilal suatu ketika.
                Selain pada Umar, Abu Bakar dan Bilal, kita juga akan melihat penggalan kisah dari kehidupan Abdullah bin Amr bin Ash. Selain sebagai ahli ibadah, putra sahabat Nabi saw Amr bin Ash ini juga biasa menulis. Inilah yang membuatnya lebih dibanding Abu Hurairah. Ya, menulis. Kita mesti belajar menggalakkan tradisi menulis pada sahabat Nabi saw ini.
                Masih banyak pelajaran lain yang mengalir dari sejumlah sahabat Nabi saw yang terangkum dalam buku ini. Semua kisah ‘lama’ itu dikaitkan dengan konteks sekarang sehingga ia kembali menjadi ‘baru’.
                Pembaca, sebagian konten tulisan ini ada yang pernah dimuat di Majalah Islam Sabili dalam rubrik Ibroh. Selama tujuh tahun, penulis menggawangi rubrik tersebut. Namun karena tulisan yang pernah dan sudah lama dimuat di media, biasanya sering kehilangan konteks dengan perkembangan terbaru, maka sebagian tulisan tersebut penulis edit dan diperbarui dengan kondisi terkini agar tidak basi. Sebagian konten buku ini juga pernah mewarnai Majalah al-Mujtama’. Sama seperti yang pernah dimuat di majalah Sabili, tulisan yang bersumber dari majalah al-Mujtama’ pun penulis edit ulang dan disesuaikan seperlunya dengan konteks terbaru.
                Untuk itu, penulis sampaikan ungkapan terima kasih kepada rekan-rekan, baik di majalah Sabili maupun al-Mujtama’. Semoga keringat dan keikhlasan kita, dihitung sebagai pahala yang akan memberatkan timbangan ibadah kita di Hari Pembalasan nanti.
                Buat empat buah hatiku tercinta: Arini Farhana Kamila, Ahmad Syauqi Banna, Alya Syakira dan Wafi Biahdillah, semoga karya ini bisa menambah kebanggaan dan menambah keyakinan bahwa Abi kalian pernah ada di muka bumi ini. Buktinya, bukan semata batu nisan tapi karya tulis, buku ini.
                Untuk semua pihak, terima kasih atas segala partisipasinya. Selamat membaca.

Bumi Ciluar, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
19 Oktober 2012/3 Dzulhijah 1433 H


Hepi Andi Bastoni

Spesifikasi Buku : 
Ukuran 13 x 17,
 Kertas book paper,
 208 hlm, cover 230 gr.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar