Senin, 13 Mei 2013

Memuliakan Saudara


Seperti biasanya, di rumah yang kecil dan sederhana, Rasulullah saw menerima salah seorang sahabatnya dalam suatu mejelis ilmu. Dari hari ke hari mereka yang hadir semakin bertambah. Mulai dari anak-anak hingga orang tua. Mereka sangat senang dan antusias mempelajari ilmu keislaman. Tidak sedikit dari mereka yang datang membawa sanak saudara atau teman karibnya.
            Selain keingintahuan terhadap ajaran Islam, mereka juga merasakan kepuasan tersendiri dalam batinnya, karena keramahan dan kelembutan perangai beliau kepada siapa pun yang dijumpainya. Senyuman yang ikhlas tampak dari raut wajahnya. Keakrababan muamalah mereka seolah menggambarkan kerinduan yang dalam.
            Suatu ketika, mejelis ilmu yang biasa diadakan di rumah Rasul dipadati jamaah. Rasul menunggu barang sejenak kalau-kalau ada jamaahnya yang dalam perjalanan. Ketika dirasa tidak ada lagi yang datang, beliau langsung memulai pengajiannya. Tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki di luar rumah dan sahutan, “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” “Wa’alaikumusalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawab Rasul dan para jamaah yang hadir. Ternyata yang datang adalah sahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajlil.
            Dikarenakan tempat yang tersedia bagi para jamaah telah penuh, Jarir bin Abdullah Al-Bajlil mengambil tempat di serambi dengan tanpa alas. Berbeda dengan para jamaah yang lain, mereka berada di dalam ruangan dan duduk dengan menggunakan alas.
            Melihat Jarir bin Abdullah Al-Bajlil duduk tanpa alas, Rasulullah langsung menghampirinya seraya berkata “Hai Jarir, duduklah di atas Syalku ini.” Jarir langsung mengambil syal itu dan ia menciumnya sambil menangis terharu. Kemudian ia melipat dan mengembalikan kepada Rasul sambil berkata “Mana mungkin aku akan duduk di atas pakaianmu, wahai Nabi Allah sehingga Allah memuliakanmu sebagaimana kau memuliakan aku.” Rasulullah tersenyum haru melihat sikap Jarir. Kemudian ia bersabda, “Apabila datang kepada kalian seorang tamu yang mulia, muliakanlah dia. Dan apabila datang kepada kalian seorang yang mempunyai hajat terhadap kalian, muliakanlah dia”.

            Diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a.   Rasulullah saw pernah mengingatkan, “Manusia yang paling dicintai Allah adalah orang yang bermanfaat bagi mereka. Sedangkan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang kamu berikan kepada seorang mukmin, menghilangkan kesusahannya, membayar hutangnya, dan menjauhkannya dari kelaparan. Sesungguhnya, aku berjalan bersama saudaraku seiman dalam suatu urusan lebih aku senangi, dari pada aku melakukan i’tikaf di masjid selama dua bulan. Barang siapa yang mau mencegah amarahnya (saudaranya), maka Allah akan menutup celanya. Barang siapa yang mau menahan amarahnya, padahal ia mampu meluapkannya kalau ia menghendaki, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan sebuah keridhaan-Nya. Dan barang siapa yang mau berjalan bersama saudara-saudara muslimnya dalam suatu urusan, sehingga ia mengukuhkan urusan itu, maka Allah akan mengukuhkan telapak kakinya yang terpeleset didalamnya. Sesungguhnya, seburuk-buruk makhluk ialah orang yang merusak amal seperti halnya cuka merusak madu,” (HR Abi ad-Dunya).

Aris Sabthazi  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar