Selasa, 14 Mei 2013

Ketika Dengki Menyulut Dendam





Suatu ketika Rasulullah saw dan para sahabatnya duduk di masjid menunggu datangnya shalat Ashar. Tiba-tiba, beliau saw bersabda, “Tak lama lagi akan datang calon penghuni surga.”
                Mendengar sabda Rasulullah saw tersebut, Anas bin Malik penasaran dan ingin mengetahui siapa gerangan yang dimaksud. Tak lama kemudian masuklah seorang pria berpenampilan sederhana. Dari janggutnya masih menetes bekas air wudhu. Sesampai di Masjid ia shalat dua rakaat. Ketika waktu Ashar tiba, pria itu pun ikut shalat berjamaah.
                Keesokkan harinya, di waktu yang sama, Rasulullah saw mengulangi kembali sabdanya, “Segera akan datang seorang pria calon penghuni surga.” Ternyata, sosok yang dimaksud adalah pria itu lagi. Rasulullah saw bersabda kembali hingga tiga hari berturut-turut. Dan, yang dimaksudnya  pria itu juga.
Peristiwa itu tak hanya membuat penasaran Anas bin Malik, tapi juga menarik perhatian seorang pemuda bernama Abdullah bin Umar. Ia pun tertarik untuk mengetahui rahasia dan keistimewaan yang dimiliki laki-laki itu. Selepas Isya’, Abdullah bin Umar sengaja membuntuti sampai ke rumahnya. Aksi Abdullah bin Umar itu pun diketahui. “Aku lihat sejak dari masjid engkau mengikutiku. Apa maksudmu?” tanya laki-laki itu. 

                Abdullah mengutarakan keinginannya untuk menginap di rumah laki-laki itu. Kesederhanaan tempat tinggal, dan jamuan makan tak mengundang rasa penasaran Abdullah. Ia sengaja tak tidur semalam karena ingin menyaksikan pria itu bangun tengah malam dan melaksanakan qiyamul lail. Usai shalat tahajjud ia tidur kembali dan bangun menjelang Subuh. Kemudian, bersama Abdullah bin Umar, ia berangkat bekerja sebagai tukang batu. Sorenya pria itu ke masjid dan malamnya pulang ke rumahnya. Abdullah bin Umar mengikuti laki-laki itu hingga tiga hari lamanya. Tak ada yang aneh.
                Pada malam terakhir menginap, Abdullah bin Umar berkata, “Aku sengaja menginap di rumahmu karena mendengar Rasulullah saw mengatakan, Anda calon penghuni surga. Aku ingin tahu apa keistimewaan Anda sehingga mendapat jaminan itu?”
                Mulanya laki-laki itu menjawab biasa saja. Ia pun tidak tahu. “Aku tak melakukan ibadah apa pun lebih dari kebiasaanku,” katanya. Selanjutnya ia berkata, “Aku hanya istiqamah melaksanakan kewajibanku tepat pada waktunya. Aku tak menyakiti seseorang manusia pun. Aku tak pernah dengki terhadap sesuatu nikmat yang Allah berikan pada orang lain.”
                Mendengar jawaban lelaki itu, Abdullah berkata, “Inilah yang telah mengangkat derajat Anda menjadi penghuni surga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.”
Ya, kasih sayang Allah meliputi semua makhluk-Nya, baik ketika hidup di dunia maupun di akhirat. Allah menyiapkan surga, tak hanya bagi orang-orang tertentu yang mempunyai kedudukan istimewa. Orang biasa yang melakukan amalan biasa-biasa juga bisa menikmati surga. Seperti kisah yang diriwayatkan Imam Ahmad di atas. Kebersahajaan ibadah, disempurnakan dengan akhlakul karimah.
                Di akhirat kelak, amalan yang timbangannya amat berat adalah akhlak, sebagaimana sabda Rasulullah, “Tak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik,” (HR Abu Dawud).
Akhlak inilah yang pada hari akhirat banyak membantu kaum Muslimin memperoleh surga. Sebaliknya karena akhlak pula banyak orang yang ketika di dunia sangat aktif beribadah justru tergelincir mencicipi neraka. Mereka inilah yang disebut-sebut dalam hadits Rasulullah saw sebagai orang yang bangkrut. Nabi saw lalu berkata, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia pernah mencaci maki orang ini dan menuduh orang itu berbuat zina. Dia pernah memakan harta orang itu lalu dia menanti orang ini menuntut dan mengambil pahalanya (sebagai tebusan) dan orang itu mengambil pula pahalanya. Bila pahalanya habis sebelum selesai tuntutan yang mengganti tebusan atas dosa-dosanya, maka dosa orang-orang yang menuntut itu diletakkan di atas bahunya lalu dia dihempaskan ke api neraka,” (HR Muslim).
                Banyak kita dapati orang-orang yang apabila diperhitungkan amalan ibadahnya sungguh sangat mengagumkan. Namun, sayang mereka masih sering mengabaikan akhlak. Hubungan dan interaksi sosialnya sangat buruk. Ia masih memendam rasa iri, hasut dan dengki. Kadang-kadang tak bisa melepaskan dari dari ghibah, fitnah, bahkan namimah (mengadu domba).
                Padahal, Rasulullah saw menegaskan, ”Orang yang paling dekat denganku kedudukannya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya,” (HR ar-Ridha).
                Berkaitan hal ini, ath-Thabari meriwayatkan, Ummu Salamah, istri Rasulullah saw pernah bertanya kepada beliau perihal istri yang pernah beberapa kali menikah karena suaminya meninggal. “Ya Rasulullah, seorang perempuan dari kami ada yang nikah dua, tiga, dan empat kali (karena suaminya meninggal), lalu dia wafat dan masuk surga bersama suami-suaminya juga. Siapakah yang akan menjadi suaminya kelak di surga?”
Nabi saw menjawab, “Dia disuruh memilih. Yang dipilih adalah yang paling baik akhlaknya dan berkata, ‘Ya Rabbku, orang ini ketika di dunia paling baik akhlaknya kepadaku, maka kawinkanlah aku dengannya.”
                Masih dalam riwayat yang sama, Rasulullah kembali menegaskan, “Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik membawa kebaikan untuk kehidupan di dunia dan akhirat.”
Jika dilihat kisah Abdullah bin Umar dalam hadits di atas, ada akhlak yang bisa mengangkat seseorang sampai pada posisi puncak sebagai penghuni surga walaupun ibadahnya biasa-biasa saja. Yaitu, merasa cukup dan tidak dengki pada orang lain. Sebaliknya, jika diabaikan sifat ini justru sangat berbahaya. Rasulullah saw menegaskan, “Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR Abu Daud).
Sifat dengki adalah keinginan seseorang agar nikmat yang ada pada orang lain hilang. Sifat ini biasanya selalu ada pada setiap pembenci, sombong dan kikir. Bila orang lain mendapatkan kebaikan, niscaya ia bersedih hati dan bila orang lain mendapatkan bencana ia justru bergembira.
Umar bin al-Khaththab pernah berkata, “Cukup sebagai bukti si pendengki terhadapmu manakala ia merasa gundah di saat kamu bahagia.” Abu al-Laits as-Samarqandi, seorang ulama terkemuka berkata, “Lima perkara akan sampai pada si pendengki sebelum kedengkiannya sampai pada orang yang didengkinya. Pertama, kegundahan yang tiada henti. Kedua, mendapat musibah yang tak berbuah pahala. Ketiga, celaan yang tak berujung pujian. Keempat, kemurkaan Rabb. Kelima, tertutupnya pintu taufik baginya.”
Menjaga kebersihan hati akan membuat kita senantiasa waspada dari sifat dengki. Karenanya, hakikat dengki menjadi penting untuk diketahui. Hasad adalah penyakit lama yang selalu menyebabkan orang lain tersakiti dan terzalimi. Sang pendengki biasanya selalu meradang terhadap orang yang tak berdosa.
Dunia tak berhak dihuni para pendengki. Orang yang dengki ibarat api yang akan melalap bagiannya sendiri jika tak ada lagi yang bisa dilalapnya. Kisah Habil dan Qabil, serta Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya menjadi pelajaran bagi kita. Ketika kedengkian itu mencapai puncaknya, ia akan melahap apa saja yang ada di sekitarnya. “Kedengkian memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR Abu Daud dari Abu Hurairah dan Ibnu Majah dari Anas).
Dengki adalah persoalan hati. Dari dengki lahirlah buruk sangka. Buruk sangka akan melahirkan fitnah, tuduhan dan dendam. Dendam akan melahirkan perpecahan dan permusuhan. Inilah yang akan mencerai-beraikan umat Islam. "Penyakit umat sebelum kamu telah menular kepada kamu. Yaitu hasad dengki dan permusuhan. Permusuhan tersebut ialah pengikis dan atau pencukur. Saya tidak maksudkannya ia mencukur rambut, tetapi (yang saya maksudkan) ialah mengikis agama," (HR Baihaqi).
Ya Allah, hindarkanlah kami dari penyakit dengki. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar