ini sekilas Penjelasan mengenai Jual Beli barang BM, sambungan dari "Hukum Jual Beli Barang Black Market bagian 1"
Penjelasan
Sekilas
a. Talaqqi
Rukban
Kelompok ini mengatakan bahwa black
market itu jual beli yang haram dan dilarang oleh syariat karena mirip dengan
praktek talaqqi rukban, perlu penjelasan. Dilihat dari sisi manapun, black
market bukanlah prkatek Talaaqi rukban yang banyak dikenal oleh kalangan
syariah. Karena talaqqi rukban ialah parkatek jual beli prematur. Barang
dagangan masih berada di pundak penjual yang sedang menuju pasar, kemudian di tengah
jalan dihadang atau dicegat atau apapun itu namanya lalu menjualnya kepada para
penghadang tersebut.
Ini membuat penjual dirugikan.
Karena jual beli ketika itu, penjual tidak pernah tahu harga barang yang akan
dijual kecuali setelah dia sampai di pasar. Tapi belum sampai pasar,
segerombolan penjual ini didatangi oleh para pembeli dan membeli barang-barang
dagangan mereka dengan bukan harga pasar. Tentu ini merugikan, karena bisa jadi
ada unsur penipuan. Biasanya para pembeli ini akan menjual lagi ke pasar dengan
harga yang tentu lebih mahal. [1]
Ini praktek jual beli yang dikenal
syariah. Karena ada unsur gharar
(penipuan) kepada penjual tadi itulah talaqqi rukban diharamkan. Kalau melihat
demikian, maka talaqqi rukban yang diharamkan itu sepertinya sudah tidak ada. Karena
di dalam atau di luar pasar, harga komoditi pasar itu sudah banyak diketahui,
jadi tidak ada lagi yang saling mengelabui. Jadi dalam beberapa kesempatan
talaqqi rukban tidak selamanya jadi haram. [2]
Nah, parktek jual beli black maket
berbeda dengan talaqqi rukban. Karena tidak ada pencegatan di jalan, pun tidak
ada penipuan harga terhadap penjual. Justru yang terjadi ialah penjual merasa
diuntungkan karena barangnya laku terjual, pun dengan si pembeli merasa bahagia
dengan harga yang murah. Jadi tidak ada gharar di sini.
b. Unsur
Jahalah
Kalau dikatakan dalam praktek jual
beli ini ada unsur Jahalah
(ketidakjelasan) dan karena itu, jual beli ini menjadi haram. Justru itu
pernyataan yang jadi pertanyaan. Di mana ada unsur jahalah-nya?
Barang yang didagangkan dengan cara
blackmarket ini adalah barang yang semua orang kenal dan tahu bahkan paham cara
pengoperasiannya. Baik dan buruk kualitasnya pun sudah bisa diketahui.
Tinggal status legalitas barang
tersebut di depan hukum negara ini yang benar-benar ilegal. Akan tetapi status
diakui atau tidak diakui oleh hukum negara, apakah menjadi syarat jual beli
yang sah pun masih diperdebatkan. Apakah barang yang tidak legal itu termasuk
barang haram yang dilarang untuk diperdagangakan? Kalau masih dalam perdebatan
ya tidak bisa dijadikan hujjah.
c. Unsur
Merugikan Pemerintah dan Masyarakat
Hanya saja, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul-Mujtahid menerangkan, bahwa
keempat unsur itu ialah unsur yang tidak boleh terdapat dalam BENDA yang
diperdagangkan. Tetapi ada unsur di luar perdagangan yang bisa membuatnya
menjadi rusak yaitu: al-Ghisy
(penipuan) dan ad-Dharar (bahaya). [3]
Praktek black market menghasilkan dharar
dan kezaliman untuk sekitarnya termasuk negara ini. Semua sudah bukan rahasia
lagi bahwa blackmarket ini perdagangan yang tidak melalui pajak. Langsung atau
tidak langsung sudah membuat negara ini terzalimi.
Selain kepada negara, kezaliman juga
terjadi kepada pedagang lain. Pedagang lain yang selalu berusaha untuk lurus
dalam praktek dagangannya menjadi dizlimi dengan adanya penjual-penjual yang
menawarkan barang gelap dengan harga yang lebih murah. Barang sama tapi harga
beda.
Tentu pembeli akan membeli barang
yang jauh lebih murah. Akhirnya dengan demikian pedagang dengan status legal
dan juga menjual barang-barang legal karena ketaatannya kepada negara menjadi
ditinggalkan oleh pelanggan dan akhirnya semakin merugi.
d. Warteg
dan Nikah Sirri
Menyamakan black market dengan warteg jelas tidak bisa. Sebab, untuk
mendapatkan bahan dagangannya, pemilik warteg mendapatkannya dengan cara sah
dan legal. Begitu juga tidak tepat kalau menyamakan black market dengan nikah
sirri. Sebab pelaku nikah sirri tidak ada ancaman hukuman. Berbeda dengan black
market yang jelas ada sanksinya. Produk
Black Market melanggar aturan hukum nasional seperti : UU Perlindungan Konsumen,
UU Pajak, UU Bea & Cukai serta Peraturam Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI.
Selain itu, peraturan pemerintah
dalam pembatasan dan pelarangan terhadap barang-barang tertentu pastilah dengan
tujuan untuk kepentingan dan kemaslahatan negara. Di samping barang-barang
black market yang masuk menghindari dari ketentuan kena pajak beacukai, dan itu
merugikan negara, juga ada kemungkinan barang-barang yang masuk termasuk
kategori barang-barang terlarang dan membahayakan.
Harus diingat bahwa pemberlakuan
pajak dalam syariat bukanlah sesuatu yang baru apalagi sesuatu yang tidak ada
contohnya dalam sejarah perkembangan ekonomi Islam. Ini sudah dicontohkan Umar
bin Khaththab ketika memberlakukan pajak bagi para pedagang-pedagang yang masuk
ke daratan Sawad (Iraq).
Dalam syariat ada istilah “Maqashid
Al-Syariah” (tujuan-tujuan syariah) yaitu tujuan-tujuan dibalik disyariatkannya
sebuah syariah, yang semua itu jumlahnya ada 5, yaitu: menjaga Agama, Jiwa,
Harta, Akal, dan Keturunan. Praktek
blacmarket ini membuat harta penjual lain yang menjual dagangannya dengan
sesuai aturan menjadi terancam. Ini sangat
tidak sesuai dengan tujuan syariah.
Salah
satu hikmah disyariatkannya praktek jual beli dalam syariah Islam ini ialah
saling tolong menolong (At-Ta’awun). Yang membutuhkan suatu kebutuhan bisa
mendapatkannya dengan mudah dari saudaranya. Saudaranya
pun mengambil keuntungan dari prkatek jual beli itu. Karena ini praktek saling
tolong menolong, hendaklah tidak kita rusak dengan praktek-praktek kotor yang
menodai nilai saling tolong menolong itu. Jadi, sebaiknya praktek jual
beli blackmarket ini dihindari sejauh-jauh mungkin karena dampaknya yang buruk
bagi ekonomi negara juga kemaslahatan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar