Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
(Ketua Yayasan Tahfizh Qur’an Ibnu Hisyam Bogor)
0817-1945-60
Permasalahan thalaq
bisa dibagi menurut beberapa tinjauan. Lebih detil pemaparannya sebagai
berikut:
- Ditinjau dari dari
keadaan istri, thalaq dibagi menjadi:
a.
Talak sunni, yaitu talak yang sesuai dengan ketentuan agama. Yaitu
seorang suami menalak istrinya yang pernah dicampuri dengan sekali talak dimasa
bersih dan belum dicampuri selama bersih tersebut.
b.
Talak bid'i, yaitu talak yang menyalahi ketentuan agama. Misalnya, talak
yang diucapkan dengan tiga kali talak pada saat bersamaan/talak dengan ucapan
talak tiga, atau menalak istri dalam keadaan haid atau menalak istri dalam
keadaan suci, tapi sebelumnya telah dicampuri. Sebagian ulama mengatakan talak
seperti ini pun sah, hanya saja talak jenis ini termasuk berdosa. Keabsahan
talak bid'i ini menurut mereka berdasarkan riwayat Ibnu Abbas bahwa Ibnu Umar
menceraikan istrinya yang sedang haid. Nabi Muhammad saw menyuruh kembali
dengan ucapan beliau: "Suruhlah Ibnu Umar kembali kepada istrinya."
Perintah merujuk, seperti dalam penggalan hadits
di atas menandakan sahnya (jadi/absah) talak bid'i. Kalau tidak sah, nabi tidak
akan menyuruh rujuk, sebab rujuk hanya ada setelah talak jatuh.
- Ditinjau dari berat
ringannya akibat, dibagi menjadi:
a.
Talak raj'i, yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya yang
telah dikumpuli, bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga
kali. Pada talak jenis ini, si suami dapat kembali kepada istrinya dalam masa
iddah tanpa melalui perkawinan baru, yaitu pada talak pertama dan kedua. Seperti
difirmankan Allah SWT: "Talak yang bisa diruju' itu dua kali, maka
peganglah ia yang baik atau lepaskan dia yang baik pula'. (QS al-Baqarah: 229).
Yang
termasuk dalam kategori talak raj'i adalah:
1.
Talak satu atau talak dua tanpa iwadh dan telah kumpul.
Talak jenis ini terbagi
menjadi: talak mati, tidak hamil, talak hidup dan hamil, talak mati dan hamil,
talak hidup dan tidak hamil, talak hidup dan belum haid ataupun haid.
2.
Talak karena ila' yang dilakukan oleh hakim. Ila' artinya bersumpah.
Dalam hal munakahat, ila' maksudnya adalah seorang suami bersumpah tidak akan
menggauli istrinya dalam waktu tertentu. Jadi, suami dilarang bersetubuh dengan
istrinya sebagai akibat dari sumpahnya sendiri.
Imam Maliki dan Syafi'i
berpendapat bahwa talak yang terjadi karena ila' termasuk talak raj'i. Karena
pada dasarnya setiap talak yang terjadi menurut syara' diartikan kepada talak
raj'i sampai terdapat dalil yang menunjukkan bahwa talak tersebut adalah talak
ba'in.
Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa talak tersebut adalah talak ba'in sebab kalau talak tersebut
termasuk talak raj'i, maka kerugian yang menimpa istri tidak hilang, karena
suami dapat memaksa istrinya untuk dirujuk kembali.
3.
Talak hakamain
Talak hakamain artinya
talak yang diputuskan oleh juru damai (hakam) dari pihak suami maupun dari
pihak istri. Hakam ini bisa diangkat dan dilakukan sendiri, ataupun dari hakim
pengadilan agama. Hal ini terjadi karena syiqaq, baik dengan iwad dari pihak
istri yang berarti khuluk maupun talak biasa, hanya jatuhnya talak dari
hakamain atas nama suami.
Allah SWT berfirman: "Dan jika kamu khawatir ada
persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal," (QS an-Nisa':
35).
b.
Talak Ba'in,yaitu jenis talak yang tidak bisa diruju' kembali, kecuali
dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak yang belum
dukhul (menikah tetapi belum disenggamai kemudian ditalak). Talak ba'in dibagi
menjadi dua:
1.
Talak ba'in sughra. Talak ba'in sughro adalah talak yang terjadi
kurang dari tiga kali, keduanya tidak ada hak rujuk dalam masa iddah, tapi
boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah baru.
Adapun
yang termasuk ke dalam bagian talak ba'in sughra adalah:
a.
Talak karena fasakh, yang dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Agama. Fasakh
artinya membatalkan ikatan perkawinan karena syarat-syarat yang tidak
terpenuhi, atau karena ada hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan
perkawinan, seperti talak karena murtad.
b.
Talak pakai iwadh (ganti rugi), atau talak tebus berupa khuluk. Talak
ini terjadi bila istri tidak cocok dengan suami, kemudian ia minta cerai dan
suaminya bersedia diganti rugi sebagai iwadh. Adapun besarnya iwad maksimal
sebesar apa yang pernah diterima istri. Khuluk bisa lewat hakim di Pengadilan
Agama atau hakamain.
c.
Talak karena belum dikumpuli. Istri yang ditalak dan belum digauli,
maka baginya tidak membawa iddah. Jadi, bila ingin kembali maka harus akad
nikah baru.
2.
Talak ba'in kubra
Talak ba'in kubra yaitu
talak yang terjadi sampai tiga kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah
maupun dengan nikah baru, kecuali dalam talak tiga sesudah ada tahlil.
Allah SWT berfirman: "Kemudian
jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain," (QSa al-Baqarah:
230).
Yang termasuk jenis talak ba'in kubra adalah
sebagai berikut:
·
Talak Li'an. Talak li'an yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh
istri berbuat zina, atau suami tidak mengakui anak yang dikandung istrinya.
Kemudian suami bersumpah sampai lima kali. Dalam hal ini tidak ada hak untuk
rujuk dan menikah lagi.
·
Talak Tiga. Bagi istri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak
untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak pernikahan baru
setelah habis masa iddah.
Mantan suami bisa kembali
dengan pernikahan baru, apabila: Mantan istri telah menikah dengan laki-laki
lain, telah digauli oleh suami yang kedua, sudah dicerai oleh suami yang kedua,
dan telah habis masa iddahnya. Imam Maliki mensyaratkan, laki-laki yang menjadi
muhallil (penyelang) itu haruslah baligh, sedangkan Syafi'i dan Hanafi
memandang cukup bila dia (muhallil) mampu melakukan hubungan seksual, sekalipun
dia belum baligh.
3.
Ditinjau dari ucapan suami, terbagi menjadi dua bagian:
a.
Talak sharih.
Talak sharih yaitu talak
yang diucapkan dengan jelas, sehingga karena jelasnya, ucapan tersebut tidak
dapat diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian, seperti ucapan suami
kepada istrinya, "Aku talak engkau atau aku ceraikan engkau."
Imam Syafi'i dan sebagian fuqaha Zhahiri
berpendapat bahwa kata-kata tegas atau jelas tersebut ada tiga, yaitu talak
yang berarti cerai, kemudian kata firaaq yang berarti pisah, dan kata
sarah yang berarti lepas. Di luar
kata tersebut bukan kata-kata yang jelas dalam kaitannya dengan talak. Para
ulama berselisih pendapat apakah harus diiringi niat atau tidak. Sebagian tidak
mensyaratkan niat bagi kata-kata yang telah jelas tadi, sebagian lagi mengharuskan
adanya niat atau keinginan yang bersangkutan.
Imam Syafi'i, Imam
Malik, dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mengucapkan kata-kata saja tidak
menjatuhkan talak bila yang bersangkutan menginginkan talak dari kata-kata
tersebut, kecuali apabila saat dikeluarkan kata-kata tadi terdapat kondisi yang
mendukung ke arah perceraian. Seperti dikatakan ulama Maliki, ada permintaan
dari istri untuk dicerai, kemudian suami mengucapkan kata-kata talak, firaaq, atau sarah.
b.
Talak kinayah. Talak kinayah yaitu talak yang diucapkan dengan
kata-kata yang tidak jelas atau melalui sindiran. Kata-kata tersebut dapat
diartikan lain, seperti ucapan suami: "pulanglah kamu", dan
sebagainya. Menurut Imam Malik, kata-kata kinayah itu ada dua jenis. Pertama, kinayah zhahiriyah, artinya
kata-kata yang mengarah pada maksud. Misalnya, ucapan suami kepada istrinya,
"Engkau tidak bersuami lagi atau ber-iddahlah kamu." Kedua, kinayah muhtamilah, artinya
sindiran yang mengandung kemungkinan, misalnya, "Aku tak mau melihatmu
lagi."
Dalam hal ini Imam Malik dan Syafii berpendapat tidak
menyebabkan thalaq kecuali dibarengi dengan niat thalaq. Adapun menurut Imam
Abu Hanifah, tergantung kondisi bagaimana kata-kata itu diucapkan.
Adapun
lafadz kinayah, tidak terhitung sebagai talak melainkan dengan meniatkan talak,
sebab lafadz kinayah masih mengandung makna selain talak. Oleh karena itu,
diharuskan adanya niat untuk menjatuhkan talak. Namun, ada tiga keadaan yang
dikecualikan:
a. Jika ia mengucapkan
lafadz kinayah saat terjadi pertengkaran dengan istrinya.
b. Jika ia mengucapkan
lafadz kinayah saat marah.
c. Jika ia mengucapkan
lafadz kinayah untuk menjawab permintaan talak istrinya.
Asy-Syaikh
Shalih al-Fauzan berkata, “Pada tiga keadaan ini, talak telah jatuh meskipun
dengan lafadz kinayah walaupun ia beralasan, ‘Saya tidak meniatkannya.’
Alasannya, ada qarinah (tanda) yang menunjukkan bahwa ia memang meniatkannya.
Maka dari itu, ucapannya, ‘Saya tidak meniatkannya’ tidak dapat dibenarkan.
Wallahu a’lam.” (al-Mulakhkhash hlm. 333—334, Taudhihul Ahkam 5/509)
Asy-Syaikh
al-Utsaimin berkata, “Akan tetapi, pendapat yang benar adalah lafadz kinayah
tidak dihitung talak melainkan jika didasari niat menalak, walaupun pada tiga
keadaan di atas. Sebab, mungkin saja seorang suami dalam keadaan marah berkata,
‘Keluarlah!’ atau ucapan semisalnya, dan dia sama sekali tidak meniatkan talak.
Ia hanya ingin istrinya menyingkir dari hadapannya sampai reda amarahnya.
4.
Ditinjau dari kondisi suami yang menthalaq.
a.
Thalaq karena dipaksa. Jumhur ulama menyatakan tidak sah kecuali Imam
Abu Hanifah yang menganggal thalaqnya sah.
b.
Thalaq ketika mabuk. Jumhur ulama berpendapat sah karena atas kemauan
sendiri ia mabuk. Namun beberapa ulama lainnya menganggap tidak sah.
c.
Thalaq ketika marah. Marah itu ada tiga jenis: a) pelakunya tidak
menyadari ucapannya dan di luar kontrolnya. Maka thalaqnya tidak sah. b)
pelakunya menyadari ucapannya dan thalaqnya sah. c) marah yang teramat sangat
sehingga membuat dirinya tidak terkontrol. Namun setelah itu ia sadar dan menyesal. Dalam kondisi ini menurut mayoritas
ulama, thalaqnya tidak sah.
d.
Thalaq main-main. Jumhur ulama berpendapat thalaqnya sah. Namun Imam
Ahmad menganggap tidak sah karena tidak
dibarengi dengan niat.
e.
Thalaq karena lupa tidak menyebabkan sahnya thalaq.
f.
Thalaq saat tidak sadarkan diri, maka tidak sah. (Dirangkum dari
Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq Jili II).
5. Ditinjau dari masa
berlakunya
Terbagi menjadi tiga bagian:
b)
Berlaku seketika, yaitu ucapan suami kepada istrinya dengan kata-kata
yang tidak digantungkan pada waktu atau keadaan tertentu. Maka ucapan tersebut
berlaku seketika artinya mempunyai kekuatan hukum setelah selesai pengucapan
kata-kata tersebut. Seperti, "Engkau tertalak langsung", maka talak
berlaku ketika itu juga.
c)
Berlaku untuk waktu tertentu, artinya ucapan talak tersebut
digantungkan kepada waktu tertentu atau pada suatu perbuatan istri. Berlakunya
talak tersebut sesuai dengan kata-kata yang diucapkan atau perbuatan tersebut
benar-benar terjadi. Seperti, "Engkau tertalak bila engkau pergi ke tempat
seseorang".
d)
Berlaku untuk selama-lamanya (Talak Al-Battah), artinya talak yang
dijatuhkan untuk selama-lamanya, dan tidak akan dirujuk kembali. Misalnya:
"Engkau kuceraikan untuk selama-lamanya". Menurut Imam Syafi'i, talak
semacam ini akan jatuh sesuai dengan
niatnya. Kalau diniatkan tiga, maka hukumnya tiga. Dan kalau diniatkannya hanya
satu atau dua , maka talak itu akan jatuh sesuai dengan berapa yang
diniatkannya.
C. Kompilasi Hukum
1)
Pasal 114: Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat
terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
2)
asal 115: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan
Agama setelah pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
3)
Pasal 117: Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama
yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131.
4)
Pasal 118: Talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami
berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah.
5)
Pasal 119: (1) Talak bain sughro adalah talak yang tidak boleh dirujuk
tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah. (2)
Talak ba'in sughro sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah:
- talak yang terjadi qabla
al dukhul;
- talak dengan tebusan
atau khuluk;
- talak yang
dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
6)
Pasal 120: Talak ba'in kubro adalah talak yang terjadi untuk ketiga
kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan
kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah
dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis
masa iddahnya.
7)
Pasal 121: Talak Sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang
dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu
suci tersebut.
8)
Pasal 122: Talak bid'i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang
dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci
tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
9)
Pasal 123: Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu
dinyatakan di depan sidang Pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar