Siapakah Wanita Pilihan?
Barangsiapa
yang ingin menikah, maka hendaknya ia mencari seorang wanita yang memiliki
kriteria sebagai berikut :
1. Taat beragama, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ: لِمَالِـهَا، وَلِحَسَبِهَا
وَلِجَمَالِـهَا، وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena harta, keturunan, kecantikan dan
agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu beruntung.”
[4]
2. Masih gadis, kecuali jika ada mashlahat baginya untuk menikahi wanita janda,
karena telah disebutkan dalam satu riwayat bahwasanya Jabir bin ‘Abdillah
Radhiyallahu anhu berkata:
تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، فَلَقِيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ:
يَاجَابِرُ، تَزَوَّجْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ : بِكْرٌ أَمْ َثيِّبٌ؟ قُلْتُ:
ثَيِّبٌ. فَهَلاَّ بِكْرًا تُـلاَعِبُهَا؟ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله إِنَّ لِيْ
أَخَوَاتٌ، فَخَشِيْتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِيْ وَبَيْنِهِنَّ. قَالَ: فَذَاكَ
إِذَنْ. إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِيْنِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا،
فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Aku telah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tatkala bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau
bertanya, ‘Wahai Jabir, apakah engkau telah menikah?’ aku menjawab, ‘Ya.’
Kemudian beliau bertanya, ‘Dengan gadis atau janda?’ Aku menjawab, ‘Seorang
janda.’ Beliau bersabda, ‘Mengapa engkau tidak memilih seorang gadis sehingga
engkau dapat bercanda dengannya?’ Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah!
Sesungguhnya aku me-miliki beberapa saudara perempuan sehingga aku takut akan
terjadi kesalahpahaman.’ Maka beliau bersabda, ‘Jika demikian adanya, maka
tidak masalah. Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agama, harta dan
kecantikannya, maka nikahilah wanita yang taat beragama niscaya engkau akan
bahagia.” [5]
3. Wanita yang subur, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Anas
bin Malik Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda :
(تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمُ).
“Nikahilah wanita yang subur peranakannya dan penyayang, sebab aku akan
berbangga di hadapan umat lain dengan jumlah kalian yang banyak.” [6]
Apabila seorang lelaki dianjurkan untuk mencari wanita berkriteria seperti yang
telah kami sebutkan di atas, maka bagi wali wanita juga berkewajiban untuk
mencari lelaki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Abu Hatim al-Muzani
Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَكُـمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ،
إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.
‘Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,
maka nikahkanlah ia (dengan anak wanita kalian), jika tidak maka akan terjadi fitnah
di bumi dan kerusakan yang besar.” [7]
Dan tidaklah mengapa apabila seorang wali menawarkan puteri atau saudara
wanitanya kepada orang-orang yang shalih, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
‘Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar
Radhiyallahu anhuma ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin
Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata,
‘Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata,
‘Akan aku pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman
mendatangiku dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah pada saat
sekarang.’ ‘Umar berkata, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan
berkata, ‘Jika engkau mau, aku nikahkan engkau dengan Hafshah binti ‘Umar.’
Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun dan pada saat itu aku
merasa lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Beberapa hari
berlalu sampai kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meminangnya,
maka aku nikahkan ia dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian
Abu Bakar menemuiku dan berkata, ‘Engkau marah kepadaku tatkala engkau
menawarkan Hafshah akan tetapi aku tidak berkomentar apa-apa?’ ‘Umar menjawab
‘Ya’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku
untuk menerima tawaranmu kecuali karena aku tahu bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutnya (Hafshah). Aku tidak ingin
menyebarluaskan rahasia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau
meninggalkannya, maka niscaya aku akan menerimanya.’”[8]
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari dan ini adalah lafazhnya (IX/104, no. 5063), Shahiih Muslim (II/1020, no. 1401), Sunan an-Nasa-i (VI/60).
[2]. As-Sailul Jarraar (II/243)
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/112, no. 5066), Shahiih Muslim (II/1018, no. 1400), Sunan Abi Dawud (VI/39, no. 2031), Sunan at-Tirmidzi (II/272, no. 1087), Sunan an-Nasa-i (VI/56), Sunan Ibni Majah (I/592, no. 1845).
[4]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/132, no. 5090), Shahiih Muslim (II/1086, no. 1466), Sunan Abi Dawud (VI/42, no. 2032), Sunan Ibni Majah (I/597, no. 1858), Sunan an-Nasa-i (VI/68)
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (II/1087, no. 715) dan ini adalah lafazh-nya, dan dengan lafazh yang semisalnya tanpa kalimat yang terakhir, diriwayatkan dalam Shahiih al-Bukhari (IX/121, no. 5079), Sunan Abi Dawud (VI/43, no. 2033), Sunan at-Tirmidzi (II/280, no. 1106), Sunan Ibni Majah (1/598, no. 1860), Sunan an-Nasa-i (VI/65) dengan lafazh Muslim dan sedikit tambahan.
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2940)], [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1784)], Sunan Abi Dawud (VI/47, no. 2035), Sunan an-Nasa-i (VI/65).
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 866)], Sunan at-Tirmidzi (II/ 274, no. 1091)
[8]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3047)], Shahiih al-Bukhari (IX/ 175, no. 5122), Sunan an-Nasa-i (VI/77). Lihat kitab Fat-hul Baari (IX/ 83) terbitan Daar ar-Rayyan.
[1]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari dan ini adalah lafazhnya (IX/104, no. 5063), Shahiih Muslim (II/1020, no. 1401), Sunan an-Nasa-i (VI/60).
[2]. As-Sailul Jarraar (II/243)
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/112, no. 5066), Shahiih Muslim (II/1018, no. 1400), Sunan Abi Dawud (VI/39, no. 2031), Sunan at-Tirmidzi (II/272, no. 1087), Sunan an-Nasa-i (VI/56), Sunan Ibni Majah (I/592, no. 1845).
[4]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/132, no. 5090), Shahiih Muslim (II/1086, no. 1466), Sunan Abi Dawud (VI/42, no. 2032), Sunan Ibni Majah (I/597, no. 1858), Sunan an-Nasa-i (VI/68)
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (II/1087, no. 715) dan ini adalah lafazh-nya, dan dengan lafazh yang semisalnya tanpa kalimat yang terakhir, diriwayatkan dalam Shahiih al-Bukhari (IX/121, no. 5079), Sunan Abi Dawud (VI/43, no. 2033), Sunan at-Tirmidzi (II/280, no. 1106), Sunan Ibni Majah (1/598, no. 1860), Sunan an-Nasa-i (VI/65) dengan lafazh Muslim dan sedikit tambahan.
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2940)], [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1784)], Sunan Abi Dawud (VI/47, no. 2035), Sunan an-Nasa-i (VI/65).
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 866)], Sunan at-Tirmidzi (II/ 274, no. 1091)
[8]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3047)], Shahiih al-Bukhari (IX/ 175, no. 5122), Sunan an-Nasa-i (VI/77). Lihat kitab Fat-hul Baari (IX/ 83) terbitan Daar ar-Rayyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar