Alhamdulillah. Shalawat dan
salam untuk Rasulullah saw, para sahabat, keluarga dan orang-orang yang
mengikuti ajarannya hingga Hari Akhir nanti.
Meneladani kehidupan para
sahabat Nabi saw, ibarat menggali sumber mata air yang tak pernah kering. Ia
terus mengucurkan air dan menghilangkan dahaga bagi orang-orang yang kehausan.
Begitulah kehidupan orang-orang mulia di sekitar Nabi saw.
Umar bin Khaththab adalah salah
seorang dari mata air itu. Kian banyak buku ditulis, makin banyak keteladanan
yang lahir. Umar mencerminkan sosok negarawan yang merakyat, ahli diplomasi
yang sangat menghormati hak orang lain, seorang tokoh zuhud yang membenci
kemiskinan, dan sahabat nabi yang berani tapi sering ditemukan menangis di
keheningan malam. Pada diri Umar, tercermin dua sisi yang selalu dibutuhkan.
Pada diri Umar benar-benar
terangkum dua pribadi ‘berlawanan’. Misalnya, di satu sisi Umar dikenal dengan
ketegasannya dan keberaniannya, yang juga ditunjang oleh kekuatan fisiknya. Di
sisi lain, ia begitu lembut dan pernah pendapatnya dikalahkan oleh usulan
seorang wanita tua. Di suatu waktu ia pernah memaafkan dan membatalkan hukum
potong tangan bagi seorang pencuri lantaran ia melakukan perbuatannya karena
terpaksa. Di kali lain, ia tetap mengeksekusi seorang pencuri yang tetap ngotot
bahwa ia mencuri karena sudah ditakdirkan Allah. “Ya Umar, apakah Anda ingin
melawan takdir Allah yang telah menetapkan saya sebagai pencuri?” kata pencuri
itu. Dengan tegas Umar menjawab, “Ya, aku melawan takdir Allah untuk melakukan
takdir Allah yang lain, yakni memotong tangan kamu!” Dan,
pencuri itu pun
dipotong tangannya.
Buku
ini merupakan kumpulan tulisan berupa cuplikan kisah yang dianalisa dan
dikaitkan dengan konteks kekinian. Bukan hanya bicara tentang pribadi Umar bin
Khaththab tapi juga para sahabat Nabi saw yang lain. Melalui buku ini, kita
akan belajar ketegasan dari sosok Abu Bakar ash-Shiddiq dalam membasmi
pembangkang zakat dan nabi palsu. Meski dikenal lembut dan pemaaf, tapi dalam
menghadapi orang-orang murtad, Abu Bakar tak memberi ampun.
Kita
juga akan bercermin pada sosok Bilal bin Rabah yang merangkum banyak sisi
keteladanan: istiqamah, zuhud, ahli perang dan rendah hati. Betapa sempit
pemahaman kita kalau menganggap Bilal semata sebagai seorang tukang adzan. Tak
heran, dengan begitu banyak keutamaannya, hingga Bilal ‘mendahului’ Nabi saw masuk
surga. “Wahai Bilal,
aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di surga. Setiap malam aku
mendengar gemerisikmu," ujar Rasulullah saw kepada Bilal suatu ketika.
Selain
pada Umar, Abu Bakar dan Bilal, kita juga akan melihat penggalan kisah dari
kehidupan Abdullah bin Amr bin Ash. Selain sebagai ahli ibadah, putra sahabat
Nabi saw Amr bin Ash ini juga biasa menulis. Inilah yang membuatnya lebih
dibanding Abu Hurairah. Ya, menulis. Kita mesti belajar menggalakkan tradisi
menulis pada sahabat Nabi saw ini.
Masih
banyak pelajaran lain yang mengalir dari sejumlah sahabat Nabi saw yang
terangkum dalam buku ini. Semua kisah ‘lama’ itu dikaitkan dengan konteks
sekarang sehingga ia kembali menjadi ‘baru’.
Pembaca,
sebagian konten tulisan ini ada yang pernah dimuat di Majalah Islam Sabili dalam rubrik Ibroh. Selama tujuh tahun, penulis menggawangi rubrik tersebut.
Namun karena tulisan yang pernah dan sudah lama dimuat di media, biasanya sering
kehilangan konteks dengan perkembangan terbaru, maka sebagian tulisan tersebut penulis
edit dan diperbarui dengan kondisi terkini agar tidak basi. Sebagian konten
buku ini juga pernah mewarnai Majalah al-Mujtama’.
Sama seperti yang pernah dimuat di majalah Sabili,
tulisan yang bersumber dari majalah al-Mujtama’
pun penulis edit ulang dan disesuaikan seperlunya dengan konteks terbaru.
Untuk
itu, penulis sampaikan ungkapan terima kasih kepada rekan-rekan, baik di
majalah Sabili maupun al-Mujtama’. Semoga keringat dan
keikhlasan kita, dihitung sebagai pahala yang akan memberatkan timbangan ibadah
kita di Hari Pembalasan nanti.
Buat
empat buah hatiku tercinta: Arini Farhana Kamila, Ahmad Syauqi Banna, Alya
Syakira dan Wafi Biahdillah, semoga karya ini bisa menambah kebanggaan dan
menambah keyakinan bahwa Abi kalian
pernah ada di muka bumi ini. Buktinya, bukan semata batu nisan tapi karya
tulis, buku ini.
Untuk
semua pihak, terima kasih atas segala partisipasinya. Selamat membaca.
Bumi Ciluar, Bogor,
Jawa Barat, Indonesia
19 Oktober 2012/3
Dzulhijah 1433 H
Hepi Andi Bastoni
Spesifikasi Buku :
Ukuran 13 x 17,
Kertas book paper,
208 hlm, cover 230 gr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar