Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
(Ketua Yayasan Tahfizh Qur’an Az-Zumar Bogor)
0817-1945-60
Multilevel Marketing atau MLM
termasuk bagian dari muamalah atau transaksi. Haram tidaknya suatu transaksi
bisa disebabkan oleh beberapa hal: Pertama, jenis transaksinya. Kedua,
jenis barang yang ditransaksikan, dan ketiga, manfaat dari transaksi
tersebut apakah memberikan mudharat atau manfaat.
Sebenarnya tidak ada yang salah
dalam urusan transaksi, selama MLM itu bersih dari unsur terlarang seperti riba,
gharar (tidak jelas/spekulatif), dharar (membayakan) dan jahalah (tidak
transparan).
MLM sendiri masuk dalam bab muamalat,
yang pada dasarnya hukum muamalat (bukan MLM-nya) itu mubah atau boleh. Merujuk
kepada kaidah bahwa al-Ashlu
fil Asy-yai al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya
adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada
hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.
Misalnya bila dalam sebuah MLM itu
ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul.
Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down
line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar
yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah
dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata
ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan.
Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru
memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah
dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti dan Ketahui dengan Pasti
Jauh sebelum memutuskan untuk
bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada empat
hal tersebut, yang akan membuat anda jatuh dalam hal yang diharamkan Allah SWT.
Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan anda
atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan
tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebaiknya anda harus yakin terlebih
dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya maupun
metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga
memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut
dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi Syariah
Alangkah baiknya bila seorang muslim
menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang
tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan
syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label
tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti
masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu anda
berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah
kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan
bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan
pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu mudah dulu
untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana
dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Hindari Produk Musuh Islam
Seorang muslim sebaiknya menghindari
diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara langsung atau
pun tidak langsung. Bukna tidak mungkin ternyata perusahaan induknya malah
menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisinis ini malah digunakan untuk
MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.
Meski pada dasarnya kita boleh
bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama yang menguntungkan
dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di
masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang
merobek jantung umat Islam.
Jangan Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam
pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan
dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam
mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real
estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi
lainnya.
Dengan rumus hitung-hitungan yang
dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan
profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun dini`. Apalagi
bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin
menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh
dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Dan simbol-simbol kekayaan seperti
memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau ke mana-mana naik mobil
seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa
seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah
yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau
istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting
di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya-
ujung-ujungnya hanya jualan obat.
Kami tidak mengatakan bahwa trik ini
haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang
luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati dengan Mengeksploitir
Dalil
Yang harus diperhatikan pula adalah
penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering
kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu
profesinya adalah pedagang. Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang
dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh
sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi
nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah
dari harta rampasan perang/ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan
barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi
beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Khadidjah itulah bukanlah
Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang yang
diprospek itu umat Islam, atau ustadz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang
berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil
yang kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada juga yang
berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengandaikannya dengan
dakwah berantai/ berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan beliau
itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah
sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah
SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang/jasa dan mendapatkan imbalan
materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang
beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya
pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.
Jangan Sampai Kehilangan Kreativitas
dan Produktivitas
MLM itu memang sering menjanjikan
orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari sejumlah
orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan, memang dalam
waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk.
Harus diperhatikan bahwa bila semua
orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales
menjualkan produk sebuah industri, maka jangan sampai jiwa kreatifitas dan
produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu
sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk secara massal.
Padahal umat ini butuh orang-orang
yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal
baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia
lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka
matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu: B E R J U A L A N
produk sebuah industri.
Etika Penawaran
Salah satu hal yang paling
`mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan
penawarannya itu sendiri. Karena memang di situlah ujung tombak dari sistem
penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah titik yang menimbulkan
masalah.
Biasanya para distibutor selalu
dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan
adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana.
Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa,
tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka pembicaraan masa
lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. Tapi
begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya
tidak terlalu dibutuhkan.
Hanya saja karena kawan lama, tidak
enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian
banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis,
termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus
beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang
distributor bisa bermasalah.
Atau suasana yang penting menjadi
terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian berubah menjadi ajang
bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan
penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa mengganggu.
Catatan Masalah MLM
1. Dalam transaksi MLM, seorang anggota
mempunyai dua kedudukan: sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk
secara langsung dari perusahaan atau distributor, dan sebagai makelar, karena
selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru.
Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga. Dalam Islam hal itu dilarang, ini
berdasarkan hadits:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
عَنْ
بَيْعَتَيْنِ
فِي
بَيْعَةٍ
“Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua
pembelian dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad.)
Imam Syafi’i berkata tentang hadist
ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi, “Yaitu jika seseorang mengatakan,
’Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus
menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi
milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz :
3, hlm. 533)
2. Dalam MLM terdapat makelar
berantai. Sebenarnya makelar (samsarah)
dibolehkan dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan
imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya. Adapun makelar di dalam MLM bukanlah
memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita dapatkan setiap anggota
MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya,
sehingga terjadilah pemasaran berantai. Ini tidak dibolehkan karena akadnya
mengandung gharar dan
spekulatif.
3. Dalam MLM terdapat unsur perjudian,
karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya
niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut,
tapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang
nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang
diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
4. Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau
sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena
anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak.
Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan
tersebut atau malah merugi.
5. Di dalam MLM terdapat hal-hal yang
bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi,
yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau
resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan
yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang
sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang
menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
Assalamu'alaykum ustadz, afwan mau tanya, klo mlm paytren bagaimana menurut pandangan syari'ah islam? Syukron.
BalasHapusAssalamu'alaykum ustadz, afwan mau tanya, klo mlm paytren bagaimana menurut pandangan syari'ah islam? Syukron.
BalasHapus