Bagi seorang Muslim, setiap peristiwa selalu mengandung hikmah. Gerhana
menyiratkan sebuah pelajaran. Tentang betapa kecilnya kita di hadapan Allah
yang Maha Besar dan Maha Kuasa.
30
Shafar 9 H. Hari itu Rasulullah saw berduka. Ibrahim, putra beliau yang
baru berusia 70 hari meninggal dunia. Madinah pun bersedih.
Seketika, pada siang yang berduka itu terjadi peristiwa
yang tidak biasa. Cuaca tiba-tiba gelap. Raja siang yang menerangi jagad,
tiba-tiba lenyap. Gerhana matahari total
pun terjadi.
Penduduk Madinah segera menghubungkan kejadian itu dengan
wafatnya Ibrahim, putra Rasulullah saw. “Inkasafatisy-syamsu li mauti
ibrahiim (matahari pun gerhana
karena wafatnya Ibrahim!).” Demikian ujar beberapa orang penduduk
Madinah.
Mendengar hal itu, Rasulullah saw bersabda, “Innasy-syamsa
wal-qamara aayataani
min aayaatil-laah. Laa yakhsifaani li mauti ahadin wa laa
li hayaatih. Fa idzaa ra'aitumuu humaa fad`ullaaha wa shalluu.
(Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua ayat dari ayat-ayat Allah.
Tidaklah mereka gerhana lantaran
kematian atau kehidupan seseorang. Jika kamu sekalian menyaksikan kedua
gerhana itu, maka berdoalah kepada Allah
dan shalatlah)”
Dalam hadits lain terdapat tambahan "wa
tashaddaquu" (dan bersedekahlah). Selanjutnya, Rasulullah saw memimpin
shalat gerhana sekaligus mencontohkan
tata caranya. Yaitu, dua rakaat dengan empat ruku dan empat sujud. Setelah
shalat, Rasulullah saw memberikan khutbah yang menerangkan bahwa fenomena alam
adalah ayat-ayat Allah dan jangan sampai umat beliau tergelincir dalam
kemusyrikan dan kebodohan.
Dalam khutbah shalat gerhana itu, Rasulullah saw mengutip surah
al-Fushshilat ayat 37, “Dan sebagian dari ayat-ayat-Nya adalah malam dan
siang, serta matahari dan bulan. Janganlah kalian menyembah matahari, dan
jangan pula menyembah bulan. Tetapi menyembahlah kalian kepada Allah yang telah
menciptakan mereka, jika kalian benar hamba-hamba Allah.”
Gerhana merupakan fenomena alam yang berkaitan dengan
peredaran bulan dan bumi. Bulan beredar mengelilingi bumi. Bumi dan bulan
sebagai satu kesatuan senantiasa beredar mengelilingi matahari sebagai pusat
tata surya kita. Pada suatu saat, bumi terletak satu garis lurus di antara
bulan dan matahari, sehingga bulan tertutup oleh bayangan bumi. Ada kalanya
tertutup total dan lebih sering tertutup sebagian. Itulah gerhana bulan, yang dalam bahasa Arab disebut khusuf
(dari kata kerja khasafa yang artinya tenggelam, menghilang).
Pada saat lain, bulan terletak
satu garis lurus di antara bumi dan matahari, sehingga cahaya matahari ke bumi
terhalang oleh bulan. Ada kalanya terhalang total dan lebih sering terhalang
sebagian. Itulah gerhana matahari, yang
dalam bahasa Arab disebut kusuf (dari kata kerja kasafa yang
artinya menjadi gelap).
Di zaman purba, sebelum ilmu
pengetahuan berkembang, masyarakat primitif menganggap gerhana sebagai tanda kemurkaan para dewa atau akibat
ulah ruh-ruh jahat yang mencoba menelan bulan atau matahari. Untuk menebus kemarahan
para dewa atau mengusir roh-roh jahat—sebagaimana mereka yakini, mereka membuat
berbagai sesaji atau mengerjakan hal-hal aneh, seperti memukul kentongan,
bersembunyi di kolong ranjang, ibu yang sedang hamil harus mandi tengah malam,
dan sebagainya.
Padahal, gerhana adalah fenomena alam
biasa yang seharusnya merangsang kita untuk menalari alam semesta yang luas
ini. Alam semesta yang diketahui manusia tersusun atas puluhan adigugus (supercluster),
antara lain Adigugus Virgo, Adigugus Hydra, Adigugus Perseus, Adigugus
Opiuchus, Adigugus Hercules. Kita berada dalam Adigugus Virgo, yang berdiameter
100 juta tahun-cahaya (1 tahun-cahaya = 9,46 x 1012 km atau hampir 10 triliun
km!) dan meliputi ratusan gugus (cluster), antara lain Gugus Lokal,
Gugus Centaurus, Gugus Fornax, Gugus Puppis, Gugus Coma. Kita berada dalam
Gugus Lokal, yang berdiameter tiga juta tahun-cahaya dan meliputi sekitar 30-an
galaksi, antara lain Galaksi Bimasakti (Milky Way), Galaksi Andromeda,
Galaksi Awan Magellan, Galaksi Sagitarius, Galaksi Triangulum.
Kita berada dalam Galaksi Bimasakti,
galaksi berbentuk spiral yang berdiameter 120 ribu tahun-cahaya dan terdiri
atas 100 milyar bintang. Satu butir dari 100 milyar bintang di Galaksi
Bimasakti itu bernama matahari, yang menempati lengan Orion dan terletak 28
ribu tahun-cahaya dari pusat galaksi, beredar mengelilingi pusat galaksi dengan
kecepatan 225 km per detik, sehingga sekali keliling memerlukan waktu 250 juta
tahun. Bintang-bintang tetangga matahari di lengan Orion antara lain Alpha
Centauri (bintang terdekat yang jauhnya 4,3 tahun-cahaya), Barnard (6
tahun-cahaya), Sirius (8,7 tahun-cahaya), Altair (16 tahun-cahaya), Vega (25
tahun-cahaya), Capella (41 tahun-cahaya), Aldebaran (60 tahun-cahaya),
Betelguese (500 tahun-cahaya), dan Rigel (815 tahun-cahaya).
Matahari berdiameter 1.393.200 km
dengan massa 2x1030 kg dan memiliki pengikut delapan planet besar, tiga planet
kecil, 165 bulan (data awal 2007) serta ribuan asteroid, meteorid dan komet.
Planet-planet besar milik matahari adalah Merkurius, Venus atau Kejora, Bumi
(memiliki satu bulan), Mars (dua bulan), Yupiter (63 bulan), Saturnus (56
bulan), Uranus (27 bulan), dan Neptunus (13 bulan). Ada juga tiga planet kecil,
yaitu Ceres, Pluto (memiliki tiga bulan) dan Eris.
Bumi kita yang kecil mungil ini berdiameter 12.756 km
dengan massa 6x1024 kg, terletak 150 juta km (delapan menit-cahaya) dari
matahari, beredar mengelilingi matahari dengan kecepatan 30 km per detik,
sehingga sekali keliling memerlukan waktu 365,25 hari (satu tahun).
Matahari kita merupakan "gas
raksasa" yang tersusun dari hidrogen dan helium. Setiap detik, 657 juta
ton hidrogen diubah menjadi 653 juta ton helium. Empat juta ton massa yang
hilang berubah menjadi energi sebanyak 3,6 x 1026 joule, sesuai dengan
persamaan Einstein: E = mc2, berupa sinar yang terpancar ke segenap penjuru
tata surya. Bumi kita setiap detik hanya menerima 1,6 x 1017 joule (kurang dari
seperdua milyar dari total cahaya matahari), dan sebagian besar energi matahari
yang sampai ke bumi itu belum dimanfaatkan oleh manusia.
Merunut fakta tersebut, betapa
kecil sosok manusia di hadapan alam semesta. Apalagi kalau dibandingkan dengan
kekuasaan Allah SWT. Gerhana seharusnya mengajarkan kepada kita tentang banyak
hikmah. Di antaranya menunjukkan kuasa Allah atas makhluknya. Sungguh,
dibandingkan dengan manusia, alam begitu luas dan besar. Renungkan, betapa
kecil diri kita jika dibandingkan dengan bumi. Betapa kecil bumi yang kita huni
ini jika dibandingkan dengan Galaksi Bimasakti. Betapa kecil Galaksi Bimasakti
jika dibandingkan dengan Gugus dan Adigugus.
Sungguh, Allah Maha Besar!
Hepi Andi Bastoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar