Oleh : Hepi Andi Bastoni
IG : @HepiAndiBastoni
Purnama Jumadil Akhir 13 H menggantung di antara gemintang. Lembah Yarmuk diselimuti dingin yang mencucuk tulang. Dalam sebuah tenda di antara ratusan tenda-tenda yang ada, dua panglima besar Islam, Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah
sedang ditemani seorang utusan Khalifah Umar bin Khaththab yang baru tiba dari Madinah. Ketiganya duduk saling berhadapan. Di luar sana, terdapat sekitar 39.000 prajurit. Sebagian
berjaga dan yang lainnya beristirahat di
tenda masing-masing.
Tak ada seorang pun di antara mereka yang tahu bahwa
utusan dari Madinah itu membawa beberapa berita penting. Pertama, Khalifah Abu Bakar ash-Shidiq wafat. Kedua, kaum Muslimin sepakat mengangkat
Umar bin Khaththab sebagai penerusnya. Ketiga,
Panglima Besar Khalid
bin Walid diberhentikan dari al-qiyadah
al-‘aamah (pimpinan umum) pasukan. Khalifah Umar menetapkan Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai penggantinya. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahpahaman
di antara para prajurit,
Khalid bin Walid mengusulkan
agar berita itu dirahasiakan. Abu Ubaidah
setuju. Untuk sementara, pasukan Islam tetap berada di bawah kendali Khalid bin Walid hingga peperangan berakhir.
Keesokan harinya perang Yarmuk berkecamuk. Pasukan Romawi yang dipimpin oleh Panglima
Theodore berkekuatan 240.000 personil,
jauh lebih banyak dibandingkan tentara Islam yang hanya berjumlah 39.000
orang. Karena jumlahnya jauh lebih besar, maka pasukan Romawi menjadikan inti kekuatannya di barisan infanteri terdepan.
Dengan demikian, mereka berharap
serangan yang dilancarkan mampu
seketika meluluhlantakkan kaum Muslimin
yang jumlahnya jauh lebih kecil.
Berbeda
dengan strategi musuh, Khalid bin Walid membagi pasukannya menjadi empat bagian. Dua bagian pasukan terdepan bertugas mengacaukan pertahanan musuh.
Sedangkan dua bagian lainnya yang
ditempatkan di belakang adalah pasukan
inti yang akan susul-menyusul
menyerbu lawan. Pasukan inti ini, selain memiliki tenaga tempur yang
masih segar, mereka juga
menunggangi kuda yang mampu bergerak cepat dan lincah. Untuk menghindari kemungkinan
munculnya serangan dari arah yang tak
terduga, kaum Muslimin menempatkan
pasukan pertahanan di belakang. Pasukan
ini berada tak jauh dari barisan wanita yang bertugas memberikan semangat
kepada pasukan dan mengobati mereka yang
terluka.
Dengan
strategi jitu tersebut, atas izin Allah, perang Yarmuk berakhir dengan kemenangan di tangan kaum Muslimin. Di
detik-detik akhir jabatannya, Khalid bin Walid kembali menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam. Tentu, ini bukanlah kesuksesan awal bagi Khalid. Jauh sebelum masuk Islam, ia berhasil memenangkan berbagai pertempuran.
Pada
perang Uhud, ketika kaum Muslimin hampir memenangkan peperangan, Khalid bin Walid yang saat itu belum mendapatkan
hidayah Allah, berhasil "mempecundangi"
pasukan panah pimpinan Abdullah
bin Jubair. Sehingga, kaum
Muslimin yang hampir merampungkan kemenangan, menjadi kalang kabut. Bahkan, Rasulullah saw sendiri sempat terluka.
Ketika
kaum Muslimin terdesak hebat dalam perang Muktah dengan gugurnya tiga pimpinan mereka—Zaid bin Haritsah, Abdullah bin Rawahah dan Ja'far bin Abi Thalib—dengan kepiawaiannya Khalid bin Walid berhasil menyelamatkan pasukannya yang
hanya berjumlah sekitar 3000
orang dari ancaman pasukan Romawi yang jumlahnya mencapai 200.000 prajurit. Beliau menggunakan taktik mundur
teratur. Sebuah taktik yang hanya mampu dilakukan oleh jenderal-jenderal besar dalam sejarah.
Umat
Islam seharusnya mengambil ibrah dari prestasi gemilang Khalid bin Walid. Hampir seumur hidupnya, ia tak pernah kalah. Tentunya, sebagai Muslim sejati yang
dalam berbuat apapun semata-mata
mengharapkan ridha
Allah, Khalid tak menghiraukan
pemecatan itu. Karenanya,
meski tak menjadi pimpinan umum, baik dalam perang Yarmuk maupun dalam
pertempuran membebaskan wilayah Syiria dan Palestina, ia tetap berada di barisan terdepan. Semangatnya tak pernah luntur. "Saya berjihad bukan karena Umar, tapi
karena Allah," ujarnya mantap.
Pada
masa Rasulullah saw, sosok seperti Khalid ini tidak sedikit. Sahabat semisal Khalid bin Walid, Umar bin
Khaththab atau Saad bin Abi Waqqash hanya segelintir contoh figur orang-orang yang mau bekerja untuk dan demi Allah.
Hal
menarik dari sosok-sosok luar biasa di atas adalah bahwa mereka hidup di masa
Rasulullah saw. Beliau adalah sosok sentral yang menjadi teladan dalam segala
sikapnya. Ia benar-benar al-Matsal al-A’la (teladan ideal) yang sempurna
dengan segala kelebihannya.
Namun
demikian, segala kelebihannya itu tak menutupi lahirnya sosok-sosok luar biasa
lainnya. Ia memang tokoh sentral, tapi tetap menyisakan ruang bagi para
sahabatnya untuk muncul. Buktinya, puluhan bahkan ratusan orang hebat lahir di
masanya. Nama mereka pun tak kalah harum dibanding Rasulullah saw. Mereka tetap
bisa muncul di tengah besarnya sosok Rasulullah saw.
Hal ini
sungguh berbeda dengan fenomena yang kini kita lihat. Umumnya, sebuah jamaah,
kelompok atau partai sangat tergantung pada tokohnya. Sebut misalnya, PAN
dengan Amin Raisnya, PKB dengan Gus Durnya, PBB dengan Yusril Ihza Mahendranya,
dan PDI P dengan Megawatinya. Rahim sebuah kelompok yang mengultuskan tokohnya
takkan bisa melahirkan sosok-sosok baru. Tak ada regenerasi. Akibatnya,
perkembangan kelompok itu pun akan terhambat, bahkan terancam bubar.
Fanatisme sebuah kelompok terhadap
tokohnya, tak hanya akan menyumbat kelahiran tokoh baru, tapi juga bisa
berakibat fatal: munculnya pengultusan. Dalam ajaran Islam, kultus individu
sangat berbahaya. Bahkan, bisa menjurus pada dosa paling besar: syirik. Inilah yang menyebabkan Umar bin
Khaththab memberhentikan Khalid bin Walid dari pimpinan umum tentara Islam
menjelang perang Yarmuk.
Ketika menerima penyerahan kota
Yerusalim dari Uskup Agung Sophornius, Umar mengklarifikasi tindakannya. Kepada
Khalid ia berkata, "Saya memecat Anda bukan karena sangsi dengan kemampuan
Anda, tetapi khawatir
orang terpesona sehingga mengultuskan Anda."
Karenanya,
dalam jenjang apa pun, tak boleh ada fanatisme buta, kultus individu dan
figuritas kepemimpinan. Siapa pun—baik sang tokoh maupun pendukungnya—mesti
menyadari hal ini. Jika tidak, tunggulah akhirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar