Selasa, 03 September 2013

Hidayah Penyembah Berhala

Suatu kali Abdul Wahid bin Zaid berlayar bersama beberapa sahabatnya. Angin membawa kapal mereka menuju sebuah pulau kecil. Di sana, mereka menjumpai seorang laki-laki sedang menyembah berhala. Kisah ini dikutip dalam Kitab al-Tawwabin (Dar al-Manar, halaman 193-194).
Abdul Wahid bertanya pada orang itu, "Hai fulan, siapa yang kamu sembah itu?" Laki-laki itu menunjuk ke arah berhalanya. "Ia tidak layak disembah," ujar Abdul Wahid. Mendengar itu, sang penyembah berhala bertanya, "Lalu apa yang kalian sembah?"
"Allah."
"Siapa Allah itu?"
"Dzat yang arasy-Nya di langit, kekuasaan-Nya di muka bumi, ketentuan-Nya meliputi segala kehidupan dan kematian."
"Bagaimana kalian tahu tentang hal itu?" Abdul Wahid menjawab, "Dia mengutus kepada kita seorang Rasul yang mulia, dan Rasul tersebut mengabari hal itu."

"Apakah dia meninggalkan untuk kalian suatu bukti sebagai petunjuk?"
"Tentu saja, dia mewariskan Kitabullah," jawab Abdul Wahid. "Tunjukkan padaku kitab itu," pinta sang penyembah berhala.
Abdul Wahid lalu menunjukkan mushaf al-Qur'an. “Aku tidak tahu tentang kitab ini," komentar laki-laki tersebut. Abdul Wahid membacakan sebuah surat. Sejenak kemudian penyembah berhala itu menangis. "Pemilik wahyu ini tidak layak dimaksiati," katanya. Ia pun kemudian menyatakan untuk memeluk Islam.
“Kami membawanya dalam perjalanan,” kisah Abdul Hamid tentang muallaf itu, “kami ajarkan syariat Islam dan beberapa surat al-Qur'an. Ketika malam tiba, kami pun shalat Isya’, dan ketika kami hendak tidur, laki-laki itu berkata, ‘Saudaraku, Tuhan yang kamu tunjukan padaku itu, apakah jika malam hari tidur?"
"Tentu saja tidak, wahai hamba Allah," jawab Abdul Hamid. "Dia abadi dan tidak pernah tidur," imbuhnya. "Betapa buruk hamba macam kalian ini, kalian tidur pulas sementara Tuhan kalian terjaga?"
Abdul Wahid dan para sahabatnya teramat takjub dengan kata-katanya. Ketika mereka sampai di Abadan, sebuah wilayah kekhalifahan Islam, Abdul Wahid dan kawan-kawannya bersepakat membiarkan laki-laki itu hidup mandiri. Mereka mengumpulkan uang dan memberikannya pada muallaf itu.
"Untuk apa uang ini?" tanya pria itu. "Untuk mencukupi kebutuhanmu."
Muallaf itu menolak dan berkata, "Tiada Tuhan selain Allah. Aku tidak butuh uang. Kalian telah menunjukkan padaku jalan yang kalian tempuh. Aku pernah tinggal di pulau di tengah laut, menyembah pada selain Allah. Tetapi meski begitu Allah masih menghiraukanku. Sekarang, ketika aku sudah tahu tentang Allah, mana mungkin Dia akan mengabaikanku? Aku tidak akan khawatir tentang hidupku ini."



                                                                                              Sabrur R Soenardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar