Kamis, 04 Juli 2013

Hukum Menggambar


Melukis atau menggambar dengan tangan bukanlah hal baru. Bahkan jika dirunut jauh ke belakang, kita akan menemukan aktivitas ini pada zaman Nabi Nuh. Puncaknya ketika mereka tak hanya menggambar tapi membuat patung untuk orang-orang shalih mereka yang sudah meninggal. Patung-patung yang semula dibuat untuk menghormati nenek moyang mereka, lama kelamaan dikeramatkan dan akhirnya disembah. Itulah awal mula penyembahan patung.
Karena itu, dalam Islam secara hukum asal para ulama sepakat bahwa hukum menggambar dan membuat patung makhluk bernyawa HARAM. Banyak riwayat menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Ada dua perkara yang menjadi sebab diharamkannya membuat gambar makhluk bernyawa:

1.    Karena khawatir disembah

Ini berdasarkan hadits Aisyah berkata: Rasulullah saw bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya. Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528)

Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Mas’ud dari Nabi saw bahwa beliau bersabda:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُون
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para penggambar.” (HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).
Sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa dosa yang siksaannya paling besar adalah kesyirikan. Al-Khaththabi berkata, “Tidaklah hukuman bagi (pembuat) gambar (bernyawa) itu sangat besar kecuali karena dia disembah selain Allah, dan juga karena melihatnya bisa menimbulkan fitnah, dan membuat sebagian jiwa cendrung kepadanya.” Al-Fath (10/471).

2.    Diagungkan dan dimuliakan baik dengan dipasang atau digantung
Asy-Syaikh Ibnu al-Utsaimin mengatakan dalam al-Qaul al-Mufid (3/213), “Alasan disebutkannya kuburan bersama dengan gambar adalah karena keduanya bisa menjadi sarana menuju kesyirikan. Karena asal kesyirikan pada kaum Nuh adalah tatkala mereka menggambar orang-orang shalih, dan setelah berlalu masa yang lama merekapun menyembahnya.”
Dalam fatwa al-Lajnah ad-Daimah (1/455) disebutkan, “Karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang shalih. Atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.”

Berikut ini beberapa riwayat yang melarang kaum Muslim menggambar makhluk bernyawa.
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” (HR Bukhari).
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir Jilid II/56).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki datang kepada Ibnu Abbas, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku.” Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” (HR Muslim).
Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.’” (HR Ahmad dengan isnad hasan).
Larangan menggambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak.
Adapun proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.


Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar