Senin, 07 Desember 2015

Membedah Syi'ah (Bagian-3)


Ust. Hepi Andi Bastoni
0817194560/@andibastoni

Perkembangan dan Sepak Terjang Syiah di Indonesia
Menurut Ensiklopedi Islam (Juz V, hal 5), bahwa “Paham Syi’ah dianut oleh sekitar dua puluh persen dari umat Islam dewasa ini. Penganut paham Syi’ah tersebut di negara-negara Iran, Iraq, Afghanistan, Pakistan, India, Libanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, bekas negara Uni Sovyet, serta beberapa negara Amerika dan Eropa termasuk Indonesia.
Di Tanah Air, mereka sudah masuk ke berbagai lini kehidupan. Di bidang politik, mereka masuk ke partai-partai berbasis sekular. Di bidang pendidikan mereka mendirikan sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi. Di bidang media mereka mendirikan koran, majalah, televisi, penerbitan buku, selebaran, dsb. Dalam bidang sosial, mereka mempraktikkan nikah mut’ah. Dalam bidang ekonomi mereka membuka toko-toko, membeli angkutan-angkutan umum, dan aktif dalam dunia perdagangan secara umum. Dalam bidang medis, mereka membangun rumah sakit dan klinik pengobatan.



            Inilah gerakan Syi’ah, begitu terorganisir dengan rapi. Sayangnya reaksi Ahlus Sunnah masih tidak konsisten. Jika ada keributan mereka bergerak. Jika tidak, mereka hanya diam dan pasif. Padahal Syi’ah semakin lama semakin berkembang.
            Lebih dari 30 tahun sudah Syi’ah Rafidhah menyampaikan ajaran kafirnya di Indonesia. Kini kaum Râfidhah telah berani memperlihatkan sebagian ajaran mereka secara terang-terangan. Ini mereka lakukan secara bertahap. Cara-cara mereka dalam memberikan pengajaran sangat halus dan awalnya tidak diketahui. Beberapa di antaranya:
1. Mereka mengatasnamakan diri ahlul bait (keluarga) Nabi. Padahal pada hakekatnya, mereka telah berbohong atas nama ahlul bait. Kita tahu bahwa kaum muslimin, terutama di Indonesia sangat mencintai ahlul bait, tapi kecintaan yang tidak berdasarkan ilmu tentang siapa ahlul bait menyeret mereka kepada kemusyrikan seperti Syi’ah Rafidhah.
Kecintaan seperti ini bisa menyeret seseorang kepada kultus dan al-ghuluw (berlebih-lebihan). Hal inilah yang diinginkan Syi’ah. Oleh karena itu, orang yang menyerang Syi’ah selalu dituduh benci kepada ahlul bait.
2. Dalam memberikan pengajaran, mereka menggunakan ayat-ayat al-Qur’ân, tafsir-tafsir al-Qur’ân tidak melalui hadits atau sunnah. Karena mereka jauh sekali dari sunnah Nabi saw bahkan mereka menolak hadits. Bagaimana mungkin mereka bisa menerima hadits Bukhâri, Muslim dan lain-lain sementara para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits ini dianggap kafir? Mereka juga menvonis kufur kepada ahlus sunnah termasuk Bukhâri, Muslim dan ulama ahli hadits lainnya. Oleh karena itu, mereka selalu memulainya dengan tafsir dengan meruju’ ke kitab-kitab tafsir Syi’ah.
            Melalui kajian tafsir-tafsir al-Qur’ân yang awalnya biasa tapi lama-kelamaan menjadi aneh, karena seluruh ayat al-Qur’ân mereka tafsirkan dengan penafsiran mereka. Mereka selalu membuka kajian tafsir al-Qur’ân, tidak ada yang membuka kajian shahih Bukhâri kecuali untuk di hina, di kritik dan selanjutnya di tolak.
            3. Mengkritik sebagian sahabat Nabi saw. Mereka mulai dari Abu Hurairah  kemudian yang lainnya sampai hampir seluruh para sahabat. Untuk mencapai tujuan ini, di negeri kita mereka memerlukan waktu bertahun-tahun. Sehingga saat ini, Abu Bakar As-Shiddiq, Umar, Utsman, mereka hinakan dan kafirkan secara terang-terangan. Bahkan tersebar selebaran yang mengkafirkan sayyidah Aisyah  dan para sahabat lainnya. Mereka tidak segan-segan memutarbalikkan hadits atau riwayat untuk membuat citra buruk shahabat Nabi saw.
            Mereka memasukan berbagai macam syubhat kepada kaum muslimin lalu mulai mengklasifikasikan para sahabat menjadi yang betul-betul sahabat Nabi dan yang munafiq. Selanjutnya dibawakan sebagian ayat-ayat al-Qur’ân sehingga sebagian kaum muslimin yang mengikuti majelis mereka terpengaruh dan tidak memperdulikan serta tidak lagi memakai ijmâ’ para ulama mengenai para shahabat, yaitu semua para sahabat adalah adil.
            4. Mengkritik hadits-hadits. Awalnya, mereka mengkritik satu atau dua buah hadits dalam Shahîh Bukhâri yang dinyatakan tidak sah, mustahil atau dusta. Semua justifikasi ini berdasarkan akal dan ra’yu mereka yang jahil. Itulah salah satu sifat mereka, mengkritik, membantah, dan menolak tanpa hujjah.
            Karena itu ahlus sunnah menyatakan bahwa bantahan dan penolakan semata bukanlah ilmu. Ilmu adalah memberikan jawaban secara ilmiyah, membantah secara ilmiyah dengan menegakkan hujjah yang selanjutnya menyelesaikan permasalahan. Ini yang disebut ilmu. Adapun semata-mata menolak, mungkin anak-anak yang telah tamyiz mampu melakukannya.
            Inipun mereka lakukan secara bertahap serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Mereka mengkritik dan menolak hadits-hadits riwayat Bukhâri dan Muslim. Tapi anehnya, apabila ada hadits yang menguatkan madzhab mereka, mereka memakainya padahal mereka telah mengkafirkan Imam Bukhâri dan Muslim !?
            5. Memberikan kesan bahwa Syi’ah merupakan madzhab yang kelima dalam Islam dan perbedaan mereka adalah perbedaan furu’iyah, ijtihadiyah, ilmiyah secara global tanpa ta’shîl (penegakan terhadap hujjah) dan tafshîl (terperinci) sehingga ini juga mempengaruhi kaum Muslimin.
            6. Mendakwahkan ajaran yang sangat menarik bagi orang-orang memiliki penyakit hati yaitu nikah mut’ah. Nikah mut’ah (kontrak) tanpa wali tanpa saksi kecuali dengan mahar pemberian dan ada ikatan perjanjian antara kedua pihak laki dan wanita. Biasanya dilakukan selepas majelis mereka. Mereka mengikat perjanjian kontrak satu hari, dua hari dan seterusnya dan boleh untuk satu kali berhubungan saja (tidak ada bedanya dengan zina). Bahkan Khomaini di sebagian fatwanya membolehkan bermut’ah dengan pelacur.
            7. Berusaha menjauhkan kaum Muslimin dan memberikan kesan buruk terhadap sebuah ajaran yang mereka benci yaitu Wahabi. Kalimat ini sering diulang-ulang, tanpa ada penjelasan terperinci, siapa dan apa ajaran Wahabi itu. Sehingga setiap ajaran dakwah atau yang berlawanan dengan Syi’ah dicap Wahabi agar dijauhi oleh kaum Muslimin.
8. Mereka mulai masuk ke lingkaran kekuasaan. Mereka masuk di Parlemen, Depag, MUI, dan lembaga pemerintah. Sayangnya, dengan senjata taqiyah-nya, orang-orang Syiah sulit diidentifikasi. Kita tahu mereka sudah berada di lingkaran kekuasaan karena mereka dengan mudahnya mendapatkan legalitas untuk menghadirkan tokoh atau membuat sebuah acara. Jika mereka tidak mempunya ‘orang kuat’ di pemerintahan tak mungkin mudah menggelar acara atau menghadirkan tokoh internasional. Mereka pernah mendatangkan tokoh Syiah ekstrem Syaikh Tawhidi ke Indonesia dan beramah tamah dengan Gubernur DKI.  
9. Mereka membuat target menguasai 20 % kekuatan di Indonesia. Kalau target ini tercapai, mereka tidak segan-segan melakukan revolusi berdarah seperti yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Ini yang kita khawatirkan. Sebab kalau Syiah besar dengan ajaran sesatnya, umat Islam tidak akan tinggal diam. Konflik horizontal pun gampang disulut. Kericuhan akan terjadi. Negara asing akan dengan mudah masuk untuk ikut melakukan kerusakan, seperti yang terjadi di Suria, Irak dan beberapa negara lainnya.
10. Mengadu domba antargerakan Islam. Untuk hal ini mereka tidak segan-segan berbohong. Berita terbaru, mereka membuat surat palsu seolah-olah yang mengeluarkan adalah Kemenag Jabar untuk mewaspadai ajaran Wahabi yang digerakkan KH Athian Ali. Belakangan diketahui surat tersebut palsu dan sedang diusut oleh Kemenag.
11. Mengagung-agungkan Husen bin Ali tapi melecehkan para sahabat Nabi saw yang lain. Mereka tidak segan-segan mengubah syair atau bahkan hadits. Misalnya, teks syair ‘Ya Thaybah’ yang jelas-jelas aslinya memuji empat Khalifah, oleh Syiah dipotong. Nama tiga khalifah dibuang dan hanya diambil Ali bin Abi Thalib saja.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar