Jumat, 04 April 2014

Hukum Suap Menyuap (Ar-Risywah) (2 – Habis)


Dalil as-Sunnah tentang Keharamannya
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap.” [HR. Abu Daud no. hadits 3580]
Juga hadits, Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat/mengutuk orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menghubungkan keduanya.” [HR. Ahmad dalam bab Musnad Anshar radhiyallahu ‘anhum]
Sementara dalam Sunan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam masalah hukum”. [HR. at-Tirmidzi no hadits 1351]

Setelah mengetahui dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah yang menegaskan tentang keharaman praktik suap-menyuap (ar-Risywah) maka sudah dapat dipastikan bahwa pelaku, penerima dan orang-orang yang terlibat dalam praktik suap tersebut tidak akan mendapatkan keuntungan melainkan kecelakaan yang akan Allah berikan kepadanya, jika tidak di dunia tapi pasti di akhirat.
Akan tetapi, setelah jelasnya hukum akan perkara ini, masih saja ada orang-orang yang coba memalingkan dan mengkaburkan hukum keharaman suap-menyuap ini dengan berdalih bahwa yang diberikannya itu adalah hadiah atas bantuannya, atau uang lelah, dan ungkapan lainnya.
Dengan alasan-alasan seperti itu juga telah terbantahkan oleh hadits yang banyak yang telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya,
“Siapa saja yang menolong saudaranya kemudian dia dihadiahkan sesuatu maka ia telah masuk ke dalam pintu besar dari Riba.” [HR. Ahmad dalam Musnadnya]
Tidak cukup dengan hadits tersebut, bahkan penyusun kitab Shahih Bukhari, Abu Ismail al-Bukhari membuat bab khusus (Bab Siapa saja yang tidak menerima hadiah karena pekerjaan). Dalam bab tersebut, Imam Bukhari menukil perkataan ‘Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu, “Pada zaman Rasulullah pemberian itu dinamakan Hadiah, maka zaman sekarang ini dinamakan risywah (suap)”. [Shahih Bukhari]
Suap-menyuap bukanlah hal baru dalam Islam, karenanya banyak hadits dan atsar para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang mencela bahkan mengutuk praktik suap-menyuap tersebut. Bahkan para ulama juga memberikan perhatian yang besar terhadap permasalahan ini, diantaranya adalah Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughniy, ia berkata, “Adapun suap-menyuap dalam masalah hukum dan pekerjaan (apa saja) maka hukumnya haram –tidak diragukan lagi-.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa para ulama telah mengatakan, ”Sesungguhnya pemberian hadiah kepada wali amri—orang yang diberikan tanggung jawab atas suatu urusan—untuk melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan, ini adalah haram, baik bagi yang memberikan maupun menerima hadiah itu, dan ini adalah suap yang dilarang Nabi saw.” [Majmu’ Fatawa juz XXXI hal 161]
Asy-Syaukani dalam Nailul Authar berkata, “Ibnu Ruslan berkata dalam Syarhus Sunan, “Termasuk kemutlaqan suap-menyuap bagi seorang hakim dan para pekerja yang mengambil shadaqah, itu menerangkan keharamannya sesuai Ijma’.
ash-Shan’aniy dalam Subulussalam (2/24), “Dan suap-menyuap itu haram sesuai Ijma’, baik bagi seorang qadhi/hakim, bagi para pekerja yang menangani shadaqah atau selainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. [QS. Al-Baqarah: 188].”
Kesimpulan
Sebagai seorang muslim yang mengaku tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum Allah dan Rasulullah maka sepatutnyalah kita membenci praktik suap-menyuap (ar-Risywah) yang telah meracuni pikiran kaum muslimin sehingga mereka tidak lagi percaya kepada qadha dan qadar dari Allah, dengan akhirnya mereka menempuh jalan pintas untuk kemudian memutarbalikkan kebenaran, merubah yang bathil menjadi haq. Tidak hanya itu, laknat dari Rasulullah seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang yang akan dan membudayakan praktik suap-menyuap tersebut.
“Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah).”[QS. Al-Qashash: 42]
Demikianlah jika Allah dan Rasul-Nya telah melaknat seseorang maka laknat itu akan melekat pada dirinya di dunia hingga akhirat. Na’udzubillahi min dzalik. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang kembali kepada jalan yang benar. [al atsar]
HABIS
http://www.islampos.com/hukum-suap-menyuap-ar-risywah-2-habis-57824/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar