Rabu, 06 November 2013

Waktu dan Tempat yang Terlarang untuk Shalat


Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
(Ketua Yayasan Tahfizh Qur’an Az-Zumar Bogor)
0817-1945-60

A. Waktu yang Terlarang untuk Shalat
Yang dimaksud waktu terlarang pada pembahasan ini adalah waktu untuk melaksanakan shalat sunnah. Terdapat tiga waktu terlarang untuk mengerjakan shalat sunnah, yaitu:
  • Waktu terbit matahari (setelah shalat Subuh).
  • Waktu condong matahari pada tengah hari (menjelang shalat Zuhur).
  • Waktu tenggelamnya matahari (setelah shalat Asar).
Uqbah bin Amir, dia berkata, “Ada tiga waktu yang Rasulullah saw melarang kami untuk shalat atau mengubur mayat pada waktu-waktu tersebut, yaitu ketika matahari terbit hingga dia meninggi, ketika bayangan seseorang tampak tegak lurus saat dia berdiri dia bawah sinar matahari hingga condongnya matahari, ketika pancaran sinar matahari semakin berkurang saat hendak terbenam hingga waktu terbenamnya.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Di antara ulama terdapat perbedaan pendapat tentang tetap boleh atau tidaknya melaksanakan shalat sunnah pada waktu terlarang jika ada sebab melaksanakannya. Dalam permasalahan ini pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang membolehkan jika ada sebab. Di antara contoh sebab tersebut adalah shalat tahiyyatul masjid, shalat gerhana, istisqa’, dan shalat sunnah dua rakaat setelah berwudhu.

B. Tempat yang Terlarang untuk Shalat
            Secara umum dan dalam kondisi normal, seluruh bumi Allah sah digunakan sebagai tempat shalat. Rasulullah saw bersabda:
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاًّ لْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ

Artinya, “Tanah semuanya adalah masjid melainkan kuburan dan tempat kamar mandi (WC).” Syaikhul Islam berkata: ‘Sanadnya bagus’, Iqtidha As-Shiratal Mustaqim, hal. 332. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa, 1/320.)
Adapun beberapa tempat lainnya yang terlarang untuk shalat adalah:

1.        Tempat Sampah
Yaitu tempat sampah atau tempat pembuangan sampah yang kadang di dalamnya terdapat najis. Maka, dilarang shalat di dalamnya karena (ada) najisnya. Kalau kita kira tempat itu suci, maka ia termasuk tempat yang menjijikkan. Tidak layak seorang muslim berdiri menghadap Allah di tempat tersebut.

2.        Tempat Penyembelihan (hewan)
Yaitu tempat penyembelihan hewan-hewan. Karena tempat itu terkotori dengan najis -seperti darah- dan kotoran-kotoran.

3.        Kuburan
Yaitu tempat kuburan, dilarang shalat di dalamnya agar terhindar dari penyembahan terhadap kuburan atau menyerupai orang yang menyembah kuburan. Dikecualikan dari itu, shalat jenazah yang boleh dilakukan di dalam area pekuburan. Terdapat riwayat shahih bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam shalat mayat di kuburan untuk wanita yang biasa membersihkan masjid setelah dikebumikan. (HR. Bukhari, no. 460. Muslim, no. 956)
Termasuk dilarang shalat di dalamnya juga adalah masjid yang dibangun di atas kuburan. Sebagaimana (hadits) mutawatir bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid dan melarang hal itu.
Ibnu Taimiyah berkata, "Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan para Nabi, orang-orang shalih, para raja dan lainnya, harus dihilangkan dengan menghancurkan atau dengan yang lainnya. Hal ini sebagaimana saya ketahui tidak ada perbedaan di antara para ulama yang terkenal. Makruh shalat di dalamnya tanpa ada perbedaan, dan tidak sah (shalatnya) menurut pandangan kami. Karena riwayat tentang larangan dan laknat tentang hal itu dan juga karena (ada) hadits-hadits lain.’ (Iqtidha As-Shirat Al-Mustaqim, hal. 330).

4.        Tengah Jalan
Yaitu jalan yang dilalui oleh orang. Sedangkan jalan yang tidak terpakai atau di sisi jalan yang  tidak dilalui oleh orang, maka tidak dilarang (menunaikan) shalat di dalamnya.
Sebab dilarang shalat di tengah jalan karena mempersempit (jalan) orang dan menghalangi lalu lalang  serta mengganggu dirinya sehingga menghalangi kesempurnaan shalatnya. Shalat di tengah halan makruh dan bisa jadi haram jika menghalangi orang lewat atau khawatir menyebabkan dirinya kesulitan atau terjadi kecelakaan atau lainnya.
Dikecualikan dari hal itu, jika ada  keperluan atau darurat seperti shalat Jum’at atau Ied di jalan jika  masjid telah penuh sesak. Hal ini telah biasa dilakukan oleh umat Islam.

5.        Kamar Mandi
Yaitu yang digunakan untuk mandi. Ada ketetapan dari Nabi saw tentang larangan shalat di kamar mandi dalam hadits Abi Said yang lalu. Hal itu menunjukkan batalnya shalat di dalamnya. Illat (sebab) larangan shalat di dalamnya karena kamar mandi merupakan tempat tinggal  setan dan tempat dibukanya aurat. Yang tampak dari hadits, bahwa larangan tersebut mencakup semua istilah hammam (kamar mandi), tidak ada bedanya, apakah tempat tersebut digunakan untuk mandi (saja) atau (juga) untuk menyimpan pakaian.
Kalau shalat dilarang di kamar mandi, maka larangan shalat di tempat buang air (WC) yaitu tempat membuang kotoran, lebih utama lagi. Tidak adanya (dalil tentang) larangan shalat di WC, karena bagi setiap orang berakal, apabila mendengar Nabi saw melarang shalat di tempat mandi, dia akan mengetahui bahwa shalat di WC lebih utama lagi pelarangannya. Karena itu Ibnu Taimiyah berkomentar tentang masalah ini, "Tidak ada nash yang khusus (yakni larangan shalat di dalamnya) dalam WC,  karena masalahnya sangat jelas bagi kaum muslimin bahwa hal itu tidak memerlukan dalil (lagi)." (Majmu Fatawa, 25/240)

6.        Kandang Unta
Yaitu dikumpulkannya unta, termasuk juga tempat berkumpulnya setelah mengeluarkan air. Illat (sebab) larangannya adalah bahwa kandang onta adalah tempat tinggal para setan, dan kalau ontanya berada di dalam, maka (dapat) mengganggu orang yang shalat dan menghalangi kesempurn aan khusyu karena khawatir dari gangguannya.

7.        Di atas (bangunan) Ka’bah
Para ulama melarang hal tersebut, karena tidak dapat menghadap kiblat, tapi hanya menghadap sebagiannya (saja) karena sebagian Ka’bah berada di belakang punggungnya. Sebagian ulama lainnya berpendapat sah shalat di atas Ka’bah. Karena ada ketetapan bahwa Nabi saw shalat di dalam Ka’bah waktu Fathu Makkah. Maka shalat di atasnya (hukumnya) seperti  itu juga. Realitanya sekarang, shalat di atas Ka’bah sekarang tidak mudah.

8.        Tanah yang dirampas dari pemiliknya
Barangsiapa merampas tanah dari pemiliknya, diharamkan shalat di dalamnya menuruk kesepakatan (ijma) para ulama. Imam Nawawi berkata di kitab al-Majmu, 3/169, ‘Shalat di tanah yang dipakai tanpa seizin pemiliknya adalah haram menurut ijma’ (konsensus para ulama).’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar