Besarnya tantangan kadang tak sebesar dorongan. Saat itulah kehancuran biasanya berawal. Inisiatif dan ide merupakan
bahan penyegar. Tak hanya sebagai penyiram bagi ide yang telah layu, tapi juga
penghalau derasnya tantangan.
Nabi Sulaiman marah besar. Sudah berkali-kali ia menginspeksi
pasukannya, tapi burung hud-hud tetap tak kelihatan batang hidungnya. Dalam
kemarahannya, Nabi Sulaiman bertekad menghukum burung Hud-hud. “Aku akan
menghukumnya dengan keras. Bila perlu aku akan membunuhnya. Kecuali dia datang
dengan alasan yang tepat,” demikian kata-kata itu keluar dari mulut Nabi
Sulaiman.
Beberapa saat kemudian, burung
hud-hud datang. Tanpa diminta ia segera menghadapi Nabi Sulaiman. “Aku datang
membawa berita yang belum pernah engkau dengar,” ujar hud-hud. Lalu, ia
menceritakan pengalamannya. Burung hud-hud menemukan sebuah negeri yang
diperintah oleh seorang ratu. Para penduduk
negeri dan pimpinannya itu menyembah matahari.
Karena alasan yang dikemukakan
burung itu bisa diterima, Nabi Sulaiman tidak jadi menghukumnya. Namun
demikian, ia tidak langsung percaya. Putra Nabi Daud yang dianugerahi kemampuan
bisa mengerti bahasa binatang itu segera menyuruh burung hud-hud untuk pergi
membawa suratnya dan memberikannya kepada Ratu Balqis.
Kebijakan Nabi Sulaiman
membebaskan hud-hud dari jeratan hukumannya tentu sangat bisa diterima. Burung
hud-hud bukan hanya datang dengan alasan syar’i, tapi juga tanzhimi (struktural)
dan minhaji (konsepsi). Secara syar’i, kepergiannya bukan untuk
melakukan perbuatan maksiat. Secara struktural, ia telah menunjukkan sikap
kreatif yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya. Secara konsepsi,
ia telah melakukan pengamatan tentang perilaku Ratu Balqis dan penduduk negeri Saba ; yang berseberangan dengan akidah komandannya, Nabi
Sulaiman.
Hud-hud bukan hanya prajurit yang
cerdas, tapi juga dai yang kreatif. Karena inovasinya ini, beberapa masa
kemudian terjadilah peristiwa besar. Ratu Balqis tunduk kepada Nabi Sulaiman
dan mengakui kebesaran Allah. Peristiwa besar itu bermula dari hal kecil.
Kreatif seekor burung.
Bagi seorang dai, kreativitas dan
inovasi burung hud-hud tak hanya menjadi kisah. Tapi teladan, bagaimana seorang
dai harus kreatif dan tidak kekurangan ide. Kalau seorang dai sudah kehilangan
ide untuk berdakwah, tak hanya berbahaya bagi dirinya, tapi juga dakwah itu
sendiri. Banyak hal yang menyebabkan matinya ide seorang dai. Di antaranya:
Lingkungan Sosial. Orang yang hidup di
tengah keluarga serba mapan, dan tak pernah tersentuh dengan tantangan, akan
mudah putus asa dan mati ide. Sebaliknya, anak-anak yang hidup dalam lingkungan
serba susah, harus turut mencari nafkah, dan diajarkan norma-norma Islam,
umumnya daya inisiatifnya lebih besar. Karenanya, Rasulullah saw mengajarkan umatnya
untuk belajar hidup susah. Nikmat tak selamanya bersama kita.
Tentu saja kaidah ini tak bisa digeneralkan. Bukan berarti mereka yang
hidup bergelimang kemewahan selalu mati ide. Mush’ab bin Umair, salah seorang
sahabat terkemuka Rasulullah saw, dulunya hidup berkecukupan. Kemewahan selalu
menyertainya. Namun, ketika masuk Islam justru dia termasuk di antara mereka
yang mempunyai inisiatif cemerlang. Dengan alasan ini juga ia dikirim
Rasulullah saw sebagai duta pertama ke Madinah. Di negeri rantau ini idenya
berkembang. Padahal, kondisinya saat itu jauh dari Rasulullah saw.
Seorang dai hendaknya selalu kreatif. Perubahan waktu dan suasana
menuntut inovasi dan kreatif terus berkembang. Metode dakwah yang dulu dipakai
oleh ulama, mungkin tak sesuai lagi dengan masa sekarang. Seorang dai tak boleh
hanya menunggu komando dari atasan, tapi ia harus bergerak dan berkarya
sendiri. Tentu saja karya dan kerjanya tidak keluar dari jalur yang sudah
ditetapkan.
Lingkungan pekerjaan. Dalam
koridor tertentu, jenis pekerjaan berpengaruh terhadap inisiatif seseorang. Inisiatif
dan ide seorang supir yang selalu berkutat mengejar setoran, tentu berbeda
dibanding seorang penulis yang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan
komputer. Mahasiswa yang berjibaku menyelesaikan diktat-diktat perkuliahannya,
tentu berbeda dengan seorang pengusaha mapan. Betapa banyak orang yang lupa
dengan ibadahnya, karena disibukkan oleh pekerjaan. Dengan alasan kesibukan
kerja, inisiatif dakwahnya mandeg.
Karenanya, seorang muslim harus benar-benar mengenali jenis
pekerjaannya. Dengan demikian, apa pun jenisnya, pekerjaannya bisa
dikendalikan. Kreativitas dan ide untuk mengembangkan metode dakwah tidak
berkurang. Bukan sebaliknya, dia yang dikendalikan pekerjaan.
Lingkungan pendidikan. Apa yang
kita pelajari sedikit banyak akan mempengaruhi pembentukan kepribadian.
Ilmu-ilmu eksak mempunyai pengaruh daya inisiatif berpikir lebih rasional
ketimbang ilmu-ilmu sosial. Sebaliknya, ilmu sosial lebih akomodatif dan
toleran terhadap norma-norma sosial. Maksudnya, bukan keberadaan pendidikan
yang bisa mematikan daya inisiatif, tapi sejauh mana ilmu tersebut bisa
memberikan inisiatif dakwah lebih besar.
Tekanan keadaan. Karena
keadaan tak menentu bisa juga menyebabkan seorang dai putus asa dan mati
inisiatif. Bukan karena takut, tapi kekhawatiran yang mendalam. Hal ini sungguh
berbeda dengan apa yang terjadi pada sahabat Nabi dan salafus shalih. Tekanan
bukan membuat mereka mati ide, tapi menambah kreatif dakwah dan inisiatif
cerdas.
Ketika pasukan Ahzab
bergerak untuk mengepung kaum muslimin di Madinah, dan tak ada jalan bagi
mereka untuk menyelamatkan diri selain bertahan dalam kota , Salman al-Farisi memunculkan idenya.
Dalam keadaan tertekan, terjepit dan penuh dengan kekhawatiran itu, sahabat ini
mengusulkan untuk membentengi Madinah dengan parit. Ide ini menuai hasil.
Pasukan Ahzab yang jumlahnya mencapai sepuluh ribu personil gagal melaksanakan
ambisinya. Mereka pulang dalam keadaan “kalah”.
Begitu juga dengan
Abdurahman bin Auf. Dalam himpitan ekonomi karena tak membawa apa pun dari
Madinah, ia berinisiatif untuk menganalisa pasar Madinah. Hal itu ia lakukan
sendiri, tanpa menunggu perintah dari Rasulullah saw.
Dalam perang Qadisiyah, pasukan kaum muslimin sempat
dibuat kelabakan oleh pasukan gajah. Seumur-umur, mereka belum pernah
menghadapi musuh seperti yang ada di depan mereka kala itu. Dalam kebingungan
itu, seorang pemuda tak dikenal membuat patung gajah (dalam keadaan normal,
tindakan membuat patung ini tidak diperbolehkan). Patung tersebut ia letakkan
di kandang kudanya. Dengan demikian, ketika kuda tunggangannya berhadapan
dengan pasukan gajah, hewan itu tidak ketakutan lagi karena sudah terbiasa
dengan sosok gajahnya.
Inisiatif dan ide cemerlang ini tak mungkin bisa
muncul begitu saja. Bak senjata tajam, ia harus diasah dan biasa digunakan.
Seorang dai yang menyadari tugas beratnya, harus selalu berusaha mencari
inisiatif baru. Apalagi perkembangan objek dakwah dan tantangan kian besar dan
beragam. Perjalanan dakwah tak mungkin bisa diarahkan hanya dengan satu cara.
Diperlukan beragam ide segar agar laju dakwah tak tersendat.
Namun demikian, inisiatif yang ditelurkan jangan
sampai keluar dari rel yang sudah diatur. Kasus yang dilakukan Bani Israel
ketika menyiasati larangan Allah untuk menangkap ikan di hari Sabtu, adalah
contoh inisiatif keliru. Dan, itu tak boleh terjadi.
BY Hepi Andi Bastoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar