ilustrasi bujanghidin |
Jang, ini nasehat cinta. Serius. Bukan menggurui. Karena memang yang menyampaikan bukan seorang yang berilmu. Ini hanya sebuah tukar ilmu, karena kita sesama murid dalam sekolah kehidupan ini.
Begini, Jang. Tak ada salahnya, jika dirimu membayangkan pernikahan yang berlimpah sumringah dengan aneka hiasan mewah. Atau minimal, ada panggung, pakaian bak raja dan ratu, serta hiasan dan suguhan yang menimbulkan decak kagum seluruh hadirin.
Itu boleh, Jang. Hanya, kau perlu berpikir tentang satu hal : realitas.
Iya jika dirimu anak Presiden. Maka segala macam rupa kemewahan itu mudah bagi orang tuamu. Atau mungkin, kau anak pengusaha kaya raya. Sehingga 100-200 juta untuk pesta pernikahan itu bagaikan jajan anak jalanan yang senin-kamis itu. Bahkan, mereka bisa sekali pesta dengan kocek milyaran.
Nah, dirimu itu siapa, Jang?
Pun, jika kau kaya, apakah mereka yang bermewah-mewah itu layak diteladani? Bukankah kita punya sekian ribu teladan kebaikan. Bahkan mereka, sudah dijamin selamat dunia, akhirat dan kelak masuk surga. Bukankah teladan dari yang kedua ini lebih layak untuk kalian upayakan?
Siapa?
Para Rasul dan generasi terbaik setelahnya. Mereka sudah memberikan contoh terbaik tentang pernikahan yang disucikan langit, dan disebut sebagai ikatan yang berat dalam Kalam SuciNya. Pernikahan yang berlandaskan niat karenaNya, lalu dijalani sesuai dengan aturanNya. Pernikahan yang bukan saja menautkan dua fisik, tapi dua jiwa, hati dalam satu aqidah. Pernikahan yang darinya, diharapkan terlahir generasi-generasi yang kelak meninggikan klimah-kalimahNya di bumiNya ini.
Maka, mengapa tak menyederhanakan pernikahan ini layaknya Khadijah yang mengutus utusan untuk melamar Rasulullah? Atau, seperti Ali yang menikahi Fathimah bermodal keberanian, niat yang benar dan hanya sebuah cincin besi? Atau, selayak Umar yang meminta Ummu Kultsum bin 'Ali untuk dinikahinya? Atau, semisal Umar yang memerintahkan anak-anaknya untuk menikahi anak penjual susu yang baik aqidahnya?
Sungguh! Mereka ini memberikan teladan kesederhanaan bukan lantaran mereka miskin. Karena mereka tahu, jika teladan kesederhanaan saja banyak yang mempersulit diri dengan memaksakan kemewahan? Lantas bagaimana ketika mereka mencontohkan kemewahan?
Ingatlah, Jang. Misi suci itu, sesederhana apapun, akan terasa istimewa. Bahkan, lebih dan sangat istimewa jika kau mendatanginya dengan berani, lantas mengutarakan niatmu. Bahwa kalian, ingin mensucikan diri, menggenapkan separuh agama. Dan, ingin membersamainya dalam satu cinta kepada Yang Mahamenautkan hati.
Jang, apakah hanya komentar orang-orang yang kauharap? Bukankah kebenaran niat dan Ridho Allah, lebih baik dari sebanyak apapun pujian makhluk kepadamu?
Jang, semoga Allah segera menguatkan hatimu untuk menjalankan sunnah nabiNya ini. Jang, doaku bersamamu. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar