Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
(Ketua
Yayasan Tahfizh Qur’an Az-Zumar Bogor)
0817-1945-60
3.
Bila sakitnya bertambah parah atau tidak kunjung sembuh, tidak diperbolehkan
mengharapkan kematian
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah
saw bersabda, “Janganlah salah seorang kalian mengharapkan kematian karena
musibah yang menimpanya. Apabila memang harus melakukannya, maka hendaknya dia
berdoa:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ
الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي
‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih).
‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih).
4. Apabila mempunyai kewajiban
(seperti utang, pinjaman, dll), atau amanah yang belum ditunaikan, atau
kezaliman terhadap hak orang lain yang dia lakukan, hendaknya bersegera
menyelesaikannya dengan yang bersangkutan
Bila tidak memungkinkan, karena jauh
tempatnya, atau belum ada kemampuan, atau sebab lainnya, hendaknya dia
berwasiat (kepada ahli warisnya) dalam perkara tersebut. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ
وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun:
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun:
Dari Abu Huraiah, dari Nabi saw,
beliau bersabda, “Barangsiapa berbuat kezaliman terhadap saudaranya, baik pada
harga dirinya atau sesuatu yang lain, hendaknya dia minta agar saudaranya itu
menghalalkannya (memaafkannya) pada hari ini, sebelum (datangnya hari) yang
tidak ada dinar maupun dirham. Apabila dia memiliki amal shalih, akan diambil
darinya sesuai kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya).
Apabila dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang
yang dizalimi lalu dipikulkan kepadanya,” (HR Al-Bukhari).
Jabir berkata, “Sebelum terjadi
perang Uhud, ayahku memanggilku pada malam harinya. Dia berkata: ‘Tidak aku
kira kecuali aku akan terbunuh pada golongan yang pertama terbunuh di antara
para sahabat Rasulullah saw. Dan sesungguhnya aku tidak meninggalkan setelahku
orang yang lebih mulia darimu, kecuali Rasulullah saw. Sesungguhnya aku
mempunyai hutang maka tunaikanlah. Nasihatilah saudara-saudaramu dengan baik.’
Tatkala masuk pagi hari, dia termasuk orang yang pertama terbunuh.” (HR.
Al-Bukhari)
5. Disyariatkan segera menulis
wasiat dengan saksi dua orang lelaki muslim yang adil
Allah SWT berfirman,
Artinya, “Hai orang-orang yang
beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan
berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di
antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam
perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (Al-Ma`idah: 106).
Dari Ibnu Umar, dari Nabi saw,
beliau berkata,
مَا حَقَّ امْرُؤٌ
مُسْلِمٌ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ وَلَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ
إِلاَّ وَوَصَّيْتُهُ عِنْدَ رَأْسِهِ.
“Tidak berhak seorang muslim melalui dua malam dalam keadaan dia
memiliki sesuatu yang ingin dia wasiatkan kecuali wasiatnya berada di sisinya.”
Ibnu Umar berkata:
مَا مَرَّتْ
عَلَيَّ لَيْلَةٌ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ إِلاَّ وَعِنْدِي وَصِيَّتِي
“Tidaklah berlalu atasku satu malam pun semenjak aku mendengar
Rasulullah saw berkata demikian, kecuali di sisiku ada wasiatku.” (Muttafaqun
‘alaih).
Ibnu Abdil Bar rahimahullahu berkata
(At-Tamhid, 14/292): “Para ulama bersepakat bahwa wasiat itu bukan wajib,
kecuali bagi orang yang memiliki tanggungan-tanggungan yang tanpa bukti, atau
dia memiliki amanah yang tanpa saksi. Apabila demikian, dia wajib berwasiat.
Tidak boleh dia melalui dua malam pun kecuali sungguh telah mempersaksikan hal
itu.
Diperbolehkan baginya mewasiatkan
sebagian harta yang ditinggalkan, maksimal sepertiganya. Tidak boleh lebih dari
itu. Bahkan Ibnu Abbas berkata, “Aku senang bahwa orang mengurangi dari jumlah
1/3 menjadi ¼ dalam hal wasiat. Nabi saw bersabda: ‘Sepertiga itu banyak’.” (HR
Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan Al-Baihaqi).
Wasiat tersebut tidak boleh untuk
ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, kecuali dengan kerelaan dari
seluruh ahli waris lainnya. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
Artinya, “Sesungguhnya Allah telah memberi setiap yang memiliki hak akan haknya, maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`).
إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
Artinya, “Sesungguhnya Allah telah memberi setiap yang memiliki hak akan haknya, maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`).
Ibnu Mundzir berkata (Al-Ijma’ hal.
100): “Para ulama sepakat bahwa tidak ada
wasiat untuk ahli waris kecuali para ahli waris (yang lain) memperbolehkannya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata
(Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/471): “Ketika wasiat itu adalah rekayasa dan
jalan untuk memberi tambahan kepada sebagian ahli waris, serta mengurangi dari
sebagian mereka, maka wasiat itu haram hukumnya, berdasarkan ijma’ dan dengan
Al-Qur`an:
Artinya : “(Wasiat itu) atau utang tidak
memberi mudarat (kepada sebagian pihak). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun.” (QS an-Nisa`: 12)
Adapun wasiat yang bertentangan
dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka wasiat tersebut batil dan tidak boleh
dilaksanakan.
6. Berwasiat agar jenazahnya diurus
dan dikuburkan sesuai Sunnah
Asy-Syaikh Al-Albani berkata
(Ahkamul Jana`iz, hal. 17-18): “Ketika adat kebiasaan yang dilakukan mayoritas
kaum muslimin pada masa ini adalah bid’ah dalam urusan agama, lebih-lebih dalam
masalah jenazah, maka termasuk perkara yang wajib adalah seorang muslim
berwasiat (kepada ahli warisnya) agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai
As-Sunnah, untuk mengamalkan firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS at-Tahrim: 6).
Al-Imam An-Nawawi
berkata dalam Al-Adzkar: “Disunnahkan baginya dengan kuat untuk mewasiatkan
kepada mereka (ahli waris) untuk menjauhi adat kebiasaan yang berupa bid’ah
dalam pengurusan jenazah. Dan, dikuatkan perkara tersebut (dengan wasiat).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar