Melukis atau menggambar dengan tangan bukanlah hal baru. Bahkan jika
dirunut jauh ke belakang, kita akan menemukan aktivitas ini pada zaman Nabi
Nuh. Puncaknya ketika mereka tak hanya menggambar tapi membuat patung untuk
orang-orang shalih mereka yang sudah meninggal. Patung-patung yang semula
dibuat untuk menghormati nenek moyang mereka, lama kelamaan dikeramatkan dan
akhirnya disembah. Itulah awal mula penyembahan patung.
Karena itu, dalam Islam secara hukum asal para ulama sepakat bahwa hukum menggambar dan membuat
patung makhluk
bernyawa HARAM. Banyak riwayat menuturkan tentang larangan menggambar makhluk
bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang
tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Ada dua perkara yang menjadi sebab
diharamkannya membuat gambar
makhluk bernyawa:
1. Karena khawatir disembah
Ini berdasarkan
hadits Aisyah berkata: Rasulullah saw bersabda tentang gambar-gambar yang ada
di gereja Habasyah:
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ
الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلكَ
الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Mereka
(ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka
membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu
padanya. Merekalah
makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim
no. 528)
Juga
berdasarkan hadits Abdullah bin Mas’ud dari Nabi saw bahwa beliau bersabda:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُون
“Sesungguhnya
manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para
penggambar.” (HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).
Sudah
menjadi kesepakatan para ulama bahwa dosa yang siksaannya paling besar adalah
kesyirikan. Al-Khaththabi berkata, “Tidaklah hukuman bagi (pembuat) gambar
(bernyawa) itu sangat besar kecuali karena dia disembah selain Allah, dan juga
karena melihatnya bisa menimbulkan fitnah, dan membuat sebagian jiwa cendrung
kepadanya.” Al-Fath
(10/471).
2. Diagungkan dan dimuliakan baik dengan
dipasang atau digantung
Asy-Syaikh Ibnu
al-Utsaimin mengatakan dalam al-Qaul al-Mufid (3/213), “Alasan disebutkannya
kuburan bersama dengan gambar adalah karena keduanya bisa menjadi sarana menuju
kesyirikan. Karena asal kesyirikan pada kaum Nuh adalah tatkala mereka
menggambar orang-orang shalih, dan setelah berlalu masa yang lama merekapun
menyembahnya.”
Dalam fatwa al-Lajnah ad-Daimah (1/455) disebutkan, “Karena gambar
bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan
orang-orang shalih. Atau bisa juga menjadi sarana
terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain
film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.”
Berikut
ini beberapa riwayat yang melarang kaum Muslim
menggambar makhluk bernyawa.
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu
gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk
meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak
kuasa untuk meniupklannya.’” (HR Bukhari).
Rasulullah
saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia
yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar
gambar-gambar yang bernyawa.” (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir Jilid II/56).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki datang kepada Ibnu
Abbas, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku
menyukainya.” Ibnu
Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku.”
Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu Abbas
mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah
dekat, Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan
berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah
mendengar Rasulullah saw bersabda,
‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya
untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam
neraka Jahanam.’” Ibnu Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak
menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” (HR
Muslim).
Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah saw sedang melawat jenazah, lalu beliau
berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia
membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan
kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’
Seorang
laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah
merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu
berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku
hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar
kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat
sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad saw.’” (HR
Ahmad dengan isnad hasan).
Larangan
menggambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul
maupun tidak.
Adapun proses mendapatkan gambar-gambar yang
diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak,
maupun fotografi, printing dan sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan.
Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan,
kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta
mencetak maupun fotografi. Karena itu, mencetak maupun fotografi
bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker
bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak
terkena larangan hadits-hadits di atas.
Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar