Setan sudah ditakdirkan menjadi penghuni neraka.
Tak ada pilihan bagi setan kecuali mencari kawan sebanyak mungkin. Dunia
perdukunan adalah pintu masuk setan yang paling lebar.
Dukun dan paranormal kian laris. Keberadaan mereka yang dulu ditutup-tutupi
kini dibuka lebar. Kini mereka berani tampil di muka umum, muncul di televisi,
memasang iklan di media cetak dan elektronik. Bahkan, tak sedikit yang
menjadikan perdukunan sebagai profesi.
Tak ada semut kalau tak ada gula. Begitulah
keberadaan dukun dan paranormal. Menjamurnya perdukunan ini tentu tak muncul
begitu saja. Mereka muncul karena memang ada yang menyambut. Gejala lari ke
dukun, paranormal atau "orang pintar" kini semakin mengakar kuat di
setiap lini masyarakat. Ironisnya, yang doyan mendekati dukun, tak hanya
masyarakat awam, tapi juga pejabat, pengusaha, kalangan profesional, dan
intelektual.
Kondisi ini merupakan lahan subur bagi dunia perdukunan dan paranormal.
Mereka kian gencar beriklan tentang kemampuan dan kesaktiannya yang disertai
gelar atau nama yang aneh, berbau magis dan terkadang nyeleneh. Mengapa dunia
perdukunan semakin subur? Ironisnya ini terjadi di masyarakat yang mengaku
religius dan agamis. Paling tidak ada beberapa hal yang melatarinya.
Pertama, lemah iman dan kurangnya pemahaman agama.
Lemah iman dan kurangnya keyakinan bahwa Allah adalah tempat meminta segala keperluan adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari alternatif untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Padahal, meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar," (QS al-Baqarah: 153).
Lemah iman dan kurangnya keyakinan bahwa Allah adalah tempat meminta segala keperluan adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari alternatif untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Padahal, meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar," (QS al-Baqarah: 153).
Kedua, membungkus dunia perdukunan dengan
agama. Tidak sedikit orang yang entah sadar atau tidak sering membawa-bawa
lebel agama ketika menjalani aktivitas perdukunan. Penampilannya yang bak kiai
dengan menggunakan sorban, jubah dan atribut lainnya, sering menipu. Mereka pun
tak segan menggunakan ayat al-Qur’an atau kata-kata berbahasa Arab untuk
meyakinkan “mangsa”nya.
Mereka berlindung di balik kata "doa" dan
nama "Allah" untuk mengelabui orang dan meyakinkan bahwa kemampuan
yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah dan tak bertentangan dengan
Islam.
Iblis adalah makhluk Allah yang telah nyata kekafirannya. Namun, ia tak
segan-segan menggunakan sumpah dengan sifat Allah. Menerangkan hal ini, Allah
berfirman, “Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan
mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka,’” (QS
Shad: 82).
Karenanya, bukan hal aneh jika banyak para normal
yang menggunakan nama Allah dan membaca potongan ayat-ayat al-Qur'an sebagai
mantera. Penggunaan simbol-simbol agama bukan ukuran kebenaran. Sebagaimana
iblis yang menggunakan sifat Allah ketika bersumpah tidak menjadi pembenaran
bahwa ia tidak sesat dan menyesatkan. Selain itu, mereka mengatakan bahwa ilmu
yang mereka miliki berdasar pada agama -Qur'an. Namun, saat yang sama, mereka
juga memberikan syarat, azimat dan amalan-amalan yang tidak sesuai dengan
al-Qur'an atau tak diajarkan Nabi Muhammad saw.
Ketiga, sufisme. Ajaran sufisme mempunyai andil dalam memupuk mistikisme.
Lipstik agama yang membungkus ritual sufisme banyak mengelabui umat.
Cerita-cerita mistik tentang hal-hal gaib, sering mewarnai ajaran mereka.
Keempat, pengaruh aliran kepercayaan. Latar belakang masyarakat
Indonesia yang kental nuansa aliran kepercayaan, juga menjadi faktor maraknya
praktik perdukunan. Kepercayaan masyarakat yang suka mistik adalah sisa-sisa
pengaruh dari ajaran anismisme—kepercayaan kepada roh-roh yang mendiami semua
benda, dinamisme—kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai kekuatan yang dapat
memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia. Termasuk juga budaya
sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran berbagai agama untuk mencari
penyesuaian.
Allah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya
yang sudah diketahui dan ada pula yang belum. Berobat yang sesuai syariat
dibolehkan menurut kesepakatan ulama. Tak dibolehkan mendatangi dukun dan
paranormal yang mengaku mengetahui hal-hal gaib, untuk mengetahui penyakit yang
diderita dan atau kebutuhan lainnya.
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda, "Barangsiapa datang ke
kahin (dukun), dan percaya apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah
kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw, " (HR Abu
Daud).
Allah berfirman, "(Dia adalah Rabb) Yang
Mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang
yang gaib itu," (QS al-Jin: 26).
Para dukun dan paranormal tak mungkin punya "kelebihan" kecuali
dengan cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin. Kumkum (berendam) di
pertemuan dua sungai, tapa (meditasi) di gua-gua, puasa, menyembelih hewan
dengan kriteria tertentu adalah sebagian bentuk dari penyembahan jin.
Pengobatan alternatif, pengisian ilmu kesaktian, susuk, jimat, wafak,
pengasihan dan lainnya dalam praktiknya banyak menggunakan jin. Setiap praktik
dukun dan paranormal yang menggunakan syarat, mahar, perantara dan mantera
pantas dicurigai. Lewat syarat itulah, baik susuk maupun jimat, jin masuk
dengan cara disadari atau tidak.
Menemui dukun dan paranormal adalah awal dari rentetan kesusahan. Tindakan
itu hanyalah menyelesaikan masalah dengan menambah masalah. Jin dan setan akan
terus menanamkan rasa takut, gelisah dan ketergantungan bagi para konsumen dan
pengguna jasanya, yang menyebabkan ia tak akan lepas dari pengaruhnya.
Syarat-syarat yang beraneka ragam—dari yang tidak rutin atau rutin dikerjakan
pada waktu atau tempat tertentu—merupakan bukti kekuasaan jin atas konsumennya.
Allah mengingatkan, "Dan bahwasanya ada beberapa orang di antara
manusia meminta perlindungan kepada jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka
rahaq," (QS al-Jin: 6). Rahaq menurut
Qatadah ialah, dosa dan menambah keberanian bagi jin pada manusia. Rahaq juga
berarti ketakutan. Ketika jin tahu manusia minta perlindungan karena takut pada
mereka, maka jin menambahkan rasa takut dan gelisah agar manusia semakin tambah
takut dan selalu minta perlindungan kepada mereka. (Ibnu Katsir, Tafsirul
Qur'anil Azhim, 4/453).
Kandungan arti surat al-Falaq dan an-Nas juga
merupakan bukti bahwa jin dan setan dapat berbuat jahat terhadap manusia. Juga
mengajarkan kita untuk berlindung dan minta pertolongan dari hal-hal tersebut
hanya kepada Allah semata. Tindakan prefentif dengan berdzikir, berdoa sesuai
tuntutan agama merupakan rangkaian ibadan yang perlu dilakukan.
Sebab, takhayul, sihir dan adu nasib memiliki peluang untuk berkembang dan
tersebar pada lingkungan-lingkungan dan masyarakat-masyarakat yang lemah iman.
Gelombang sihir, takhayul dan gejala-gejala sosial yang sakit dan ganjil
disebabkan oleh jauhnya manusia dari Islam, serta keterikatan dan ambisi mereka
terhadap dunia dan kenikmatan-kenikmatan materinya.
Kembali ke agama adalah jalan terbaik agar terhindar dari dunia perdukunan
yang penuh kesesatan dan kebohongan. Apalagi, godaan setan terus berlangsung
dan akan selalu menggoda manusia. Setan sudah ditakdirkan masuk neraka, dan
karenanya tak ada pilihan baginya kecuali mencari kawan sebanyak mungkin.
Untuk itu, ia akan selalu ada dimana manusia berada. Ia akan menyesatkan
manusia dari segala arah. Menjelaskan hal ini Allah berfirman, “Iblis
berkata, ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka (manusi) dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat),” (QS al-A’raf: 16-17).
Jadi, setan ada di mana-mana. Di sini ada setan. Di
sana ada setan. Di mana-mana ada setan. Waspadalah.
Hepi Andi/@andibastoni
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus