Puas Kalau Bisa Menjalankan
Amanah
Ia
dilahirkan di sebelah Selatan Tasik Malaya pada 19 Desember 1959. Sejak kecil
ia sudah dikenalkan dengan nilai-nilai Islam. Ma’mur mengawali pendidikan
dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah di desa Kaputihan Tasik Malaya. Sebelum
melanjutkan pendidikan ke tingkat Tsanawiyah, ia masuk pesantren Salafiyah.
“Waktu itu yang dipelajari kitab-kitab kuning semua selama setahun,” kenang
Ma’mur. Setelah itu ia masuk pesantren Persis di Bandung untuk menyelesaikan
Tsanawiyah dan Mualimin dari tahun 1974 hingga 1980. Di samping Mualimin, ia
juga mengikuti ujian Pendidikan Guru Agama (PGA). Selama di Aliyah Ma’mur
mengaku aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII).
Setelah
menyelesaikan pendidikan tingkat Aliyah, ia melanjutkan sekolah ke LPBA
(Lembaga Pembelajaran Bahasa Arab—sekarang LIPIA) di Jakarta. “Waktu itu tahun
1981 LPBA baru dibuka,” imbuh Ma’mur.
Pada
1984 ia mendapat panggilan dari Universitas di Riyadh Saudi Arabia untuk
melanjutkan sekolah. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan S1 pada 1989 di
Fakultas Usuluddin di Arab Saudi. “Alhamdulillah, saya juga bisa
melanjutkan S2 di sebuah sekolah tinggi di Makkah sejak 1989-1991,” kenang ayah
enam anak ini. Selama kuliah di Arab Saudi ia juga aktif di PPI (Persatuan
Pelajar Indonesia) dan WAMY (World Assembly Moeslem Youth). Di
Indonesia, WAMY dibuka akhir 1993. Ma’mur diamanahi menjadi Direktur WAMY untuk
perwakilan di Indonesia. Saat ini ia menjadi pembina WAMY di Indonesia.
Sejak kecil semangat Ma’mur untuk menuntut ilmu tak
pernah pudar. Sejak kecil ia beritikad untuk meneruskan pendidikan yang lebih
tinggi. Apa pun yang dihadapi, ia tetap ingin konsisten untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi. “Ketika selesai S1 di Arab Saudi, saya
disuruh kembali ke Indonesia, paspor diterima di airport. Di Arab Saudi saya
harus melalui pemeriksaan berkali-kali sedangkan kartu identitas sudah tidak
punya. Saya hanya punya kartu perpustakaan. Tetapi saya ingin sekali meneruskan
S2. Alhamdulilah, Sekjen Rabithah Alam Islami mengizinkan saya untuk
melanjutkan pendidikan. Dia sangat menghargai keinginan saya untuk melanjutkan
kuliah meskipun kondisinya sangat sulit,” kenang Ma’mur.
Dunia
politik bagi Ma’mur bukan hal baru. “Saya mengenal politik seiring mengenal
Islam. Bahwa, politik itu bagian dari Islam,” tambah suami Anni Rosyidah yang
dulu sebelum era Reformasi pernah ikut kampanye salah satu partai politik
berasas Islam.
Sejak 1980-an, Ma’mur sudah aktif di gerakan tarbiyah.
Karenanya, ketika Partai Keadilan (PK) didirikan, ia sudah tidak ragu lagi
bergabung. “Sejak berdirinya PK pada 1998, saya diamanahi menjadi Wakil Ketua
DPW Jawa Barat yang kala itu diketuai Ustadz Sunmanjaya. Pada musyawarah tahun
2000, saya diamanahi Ketua DPW PKS Jawa Barat,” ujar ayah dua putri dan empat
putra ini.
Saat di DPR RI Ma’mur ditugaskan di komisi VIII yang
membidangi sosial, agama, perlindungan anak, perempuan dan lainnya. Menurutnya,
isu Departemen Agama yang setiap tahun selalu ada yaitu isu haji. Pansus haji
sudah membentuk perubahan UU lama yaitu UU
No 17 Tahun 1999, mengenai ibadah haji yang lebih baik. Agar sarana lebih
diperbaiki dan kenyamanan ibadah dapat lebih dinikmati para jamaah.
Menurutnya, atas nama demokrasi, orang sering bebas
menginginkan apa saja tetapi lupa bahwa di dunia ini tak hanya mereka yag hidup. Masih banyak orang-orang
beragama yang menginginkan juga agar akhlak dan moral tetap dijaga. Mereka yang
mayoritas hidup beragama tentunya tak menginginkan kebebasan yang melampaui
batas. Seharusnya mereka yang minoritas dapat menghormati dan menghargai suara
mayoritas. Ini juga memasung pendapat hidup orang banyak yang mayoritas
beragama.
Ia menambahkan, perdagangan orang juga sedang semarak
di Indonesia. Ternyata yang diperdagangkan tak hanya anak-anak tapi orang
dewasa. Banyak fenomena di desa-desa, wanita di usia produktif diiming-imingi
untuk mendapatkan kerja di kota dengan gaji cukup menggiurkan. Tetapi ternyata
itu sekadar kedok yang mengelabui wanita desa untuk dijadikan Wanita Tuna
Susila (WTS) di kota-kota. “Kehormatan seseorang diperjualbelikan hanya untuk
meneruskan hidup,” Ma’mur menyesalkan.
Untuk itu, menurutnya, di antara tugasnya membuat
undang-undang dan melakukan pengawasan. “Yang saya lakukan dalam hal ini, rapat
kerja bersama departemen terkait dengan undang-undang yang sudah dibuat dan UU
yang baru menjadi RUU. Selain itu mengonsultasikannya dengan tokoh-tokoh yang
terkait dengan pembahasan yang sedang kami lakukan,” papar Ma’mur.
Ma’mur juga mengamati pola atau gaya hidup di zaman
sekarang. Ia menyesalkan rapat-rapat selalu dilakukan di hotel mewah yang
kadang hanya dihadiri beberapa orang. “Padahal menurut saya rapat tidak mesti
di hotel,” imbuhnya. Menurutnya, sikap hidup mewah bisa memengaruhi pribadi
seorang dai.
Ma’mur juga termasuk sosok yang cepat tanggap dalam
mengatasi masalah. Ketika mengetahui ada seorang siswi pariwisata di Bali yang
tidak diperbolehkan mengenalan foto
berjilbab, ia segera menyampaikannya pada rapat di komisi. Komisi lalu
menyampaikannya pada Dirjen Hindu Budha. “Keesokan harinya siswi itu
diperbolehkan memakai jilbab,” ujar pengelola sebuah sekolah Islam terpadu di
Cimahi Jawa Barat ini.
Dalam kondisi bangsa yang sedang terpuruk seperti saat
ini, Ma’mur masih menyimpan optimisme. Menurutnya, negara kita betapa pun
rusaknya, tetap ada pemimpinnya, tetap ada orang-orang yang berwibawa. Karena
itu, menjadi tugas para dai untuk menyadarkan para pimpinan negeri ini.
Namun, tak hanya itu. Perubahan juga harus dimulai
dari setiap individu. Hal ini tentu membutuhkan proses panjang. “Tak cukup
hanya dengan teriakan Reformasi ketika tahun 1998,” ujarnya.
Masih menurut Ma’mur, kejujuran merupakan hal dominan
untuk mengubah bangsa ini. Hukum juga harus dapat ditegakkan tanpa pandang
bulu. Hukum tidak boleh diperjualbelikan.
Bagi Ma’mur, keberadaanya di DPR adalah amanah. “Bagi
keluarga saya biasa-biasa saja karena ini adalah amanah. Saya selalu diingatkan
untuk menjaga amanah ini dengan baik,”
ujar Ma’mur yang mengaku lebih senang bekerja di lapangan daripada hanya diam
di kantor.
Ia merasa paling senang
kalau dapat menjalankan amanah dengan baik. Ia mengaku mempunyai kepuasan
tersendiri. Kepuasan ketika mampu menjadi pelayan rakyat.
Dikutp dari Buku "Penjaga Nurani Dewan" karya Hepi Andi Bastoni dan Syaiful Anwar halaman 145-150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar