Oleh: Hepi Andi Bastoni
Ketua Yayasan az-Zumar Bogor
0817-1945-60
Masalah puasa di bulan Rajab itu bukan masalah
yang disepakati kebid'ahannya. Memang banyak beredar fatwa yang membid'ahkan,
tetapi kalau kita perhatikan sekian banyak fatwa itu, isi dan sumbernya cuma sebatas itu-itu saja. Padahal
sebenarnya para ulama masih berbeda pendapat tentang hukum berpuasa di bulan
Rajab. Sebagian kalangan menetapkan hukumnya sunnah, sebagian lagi bilang
makruh dan ada juga yang bilang haram atau bid'ah. Berikut ini petikan
fatwa-fatwa mereka yang berbeda-beda.
1. Bid'ah
Ada beberapa fatwa dari para ulama khalaf
(kontemporer) yang mengatakan bahwa puasa di bulan Rajab hukumnya bid'ah. Di antaranya
fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
dan juga Syeikh Shalih Fauzan. Kebanyakan dari mereka inilah berbagai situs dan
tulisan di internet yang membid'ahkan puasa Rajab itu mengambil sumber tulisan.
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (w. 1420 H) ketika ditanya terkait dengan
berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun
'ala Ad-Darbi sebagai berikut:
تخصيص هذه الأيام بالصوم بدعة فما كان النبي صلى الله عليه وسلم يصوم يوم الثامن والسابع والعشرين ولا أمر به ولا أقره فيكون من البدع
Mengkhususkan
hari-hari itu dengan puasa adalah bid'ah. Nabi SAW tidak pernah berpuasa pada
tanggal 8 dan 27 Rajab, tidak memerintahkannya dan tidak mentaqrirnya. Maka
hukumnya bid'ah.[1]
Ibnu
Utsaimin (w. 1421 H) ketika
ditanya tentang hukum puasa pada tanggal 27 Rajab dan shalat sunnah di malam
harinya, beliau pun menjawab sebagaimana yang tertuang di dalam kitabnya Majmu'
Fatawa wa Rasail Fadhilatusysyeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin sebagai
berikut :
صيام اليوم السابع العشرين من رجب وقيام ليلته وتخصيص ذلك بدعة وكل بدعة ضلالة .
Puasa
pada hari ke 27 bulan Rajab dan bangun malam dan mengkhususkan hal itu adalah
bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat.[2]
Shalih
bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan di dalam kitab Majmu' Fatawa Fadhilatusysyeikh
Shalih bin Fauzan menuliskan sebagai berikut :
شهر رجب لم يثبت فيه شيء من العبادات خاص، لا صيام ولا صلاة ولا عمرة، ولا شيء خاص بشهر رجب، والذين يخصونه بعبادات؛ هؤلاء هم المبتدعة
Tidak
ada landasan kuat untuk ibadah khusus di Bulan Rajab, tidak itu puasa, shalat
ataupun umrah. Tidak ada yang khusus dengan bulan Rajab. Mereka yang
mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah adalah tukang bid'ah.[3]
2. Makruh
Pendapat
kedua hukumnya adalah makruh, yaitu pendapat dari sebagain para ulama salaf,
khususnya mazhab Al-Hanabilah. Dalam hal ini fatwa kemakruhannya terwakili oleh
ulama mazhab ini, seperti Ibnu Qudamah dan Al-Mardawi.
Ibnu
Qudamah (w. 620 H) salah satu
ulama rujukan dalam mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni
menuliskan sebagai berikut:
فصل - إفراد رجب بالصوم : ويكره إفراد رجب بالصوم قال أحمد: وإن صامه رجل، أفطر فيه يوما أو أياما، بقدر ما لا يصومه كله. ووجه ذلك، ما روى أحمد، بإسناده عن خرشة بن الحر، قال: رأيت عمر يضرب أكف المترجبين، حتى يضعوها في الطعام. ويقول: كلوا، فإنما هو شهر كانت تعظمه الجاهلية
Pasal
Mengkhususkan Rajab untuk Puasa : Dan dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab untuk
berpuasa. Imam Ahmad berkata bahwa kalau mau seseorang berpuasa sehari dan
tidak puasa sehari tetapi jangan puasa sebulan. Dasarnya adalah hadits riwayat
Ahmad dari Kharsayah bin Al-Hurri, dia berkata,"Aku melihat Umar memukul
telapak tangan orang yang mutarajjibin (puasa di bulan Rajab) sambil
berkata,"Makanlah". Karena bulan Rajab itu bulan yang diagungkan oleh
orang Jahiliyah[4]
Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama dalam mazhab
Al-Hanabilah menuliskan dalam kitabnya Al-Inshaf sebagai berikut :
قوله (ويكره إفراد رجب بالصوم) هذا المذهب وعليه الأصحاب
Pendapatnya
mengkhususkan puasa Rajab (sebulan penuh) hukumnya makruh. Itulah pendapat
mazhab dan para pendukungnya.[5]
3. Sunnah
Sebagian besar ulama (jumhur) di
luar mazhab Al-Hanabilah umumnya justru menghukumi sunnah berpuasa pada bulan
Rajab. Walaupun dari sisi hadits-hadits yang tersedia banyak yang dianggap
dhaif. Namun manhaj salaf yang asli dari umat ini jelas sekali, yaitu hadits
shahih masih bisa dijadikan sumber rujukan, khususnya untuk fadhailul-a'mal
(keutamaan).
Setidaknya jumhur ulama punya dua hujjah. Pertama,
adanya hadits yang menganjurkan untuk berpuasa sunnah. Kedua, adanya
hadits yang menganjurkan untuk puasa pada bulan-bulan haram (mulia). Rasulullah
saw bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya kepada beliau SAW tentang
puasa sunnah.
صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ
Berpuasalah
kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah 3 hari setelahnya, dan
kemudian puasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Bulan-bulan haram itu adalah Dzul-Qa'dah,
Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab yang menyendiri. Tetapi jelas
sekali bahwa Rajab termasuk salah satu di antara empat bulan haram.
Sehingga dasar berpuasa di bulan Rajab adalah hadits shahih di atas.
Adapun para ulama yang membolehkan
atau malah menyunnahkan puasa di bulan Rajab antara lain Ibnu Shalah, Al-Izz
Ibnu Abdissalam, As-Suyuthi, Ibnu Hajar Al-Haitsami, Ash-Shawi, dan juga
Asy-Syaukani serta masih banyak lagi yang lainnya. Mari kita lihat fatwa mereka
dengan adil :
Ibnu Shalah (w. 643 H), yang juga salah satu ulama dalam mazhab
Asy-Syafi’iyyah menuliskan dalam fatwanya, Fatawa Ibnu Shalah sebagai
berikut :
لا إثم عليه في ذلك ولم يؤثمه بذلك أحد من علماء الأمة فيما نعلمه بلى قال بعض حفاظ الحديث لم يثبت في فضل صوم رجب حديث أي فضل خاص وهذا لا يوجب زهدا في صومه فيما ورد من النصوص في فضل الصوم مطلقا والحديث الوارد في كتاب السنن لأبي داود وغيره في صوم الأشهر الحرم كاف في الترغيب في صومه وأما الحديث في تسعير جهنم لصوامه فغير صحيح ولا تحل روايته والله أعلم
Tidak berdosa bagi yang berpuasa Rajab, dan tidak ada
satupun ulama umat ini yang mengatakan ia berdosa dari yang kami tahu. Ya
memang benar banyak ahli hadits yang mengatakan hadits-hadits rajab –secara
khusus- tidak shahih. Dan ini tidak menjadikan puasa Rajab itu terlarang,
karena adanya dalil-dalilnya anjuran puasa secara mutlak, dan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya juga ulama lain dalam
anjuran puasa pada bulan Rajab, dan itu cukup untuk memotivasi umat ini untuk
puasa Rajab. Sedangkan hadits nyalanya api neraka Jahannam untuk mereka yang
sering berpuasa Rajab, itu hadits yang tidak shahih, dan tidak dihalalkan
meriwayatkannya. Wallahu a’lam.[6]
Al-'Izz ibnu Abdissalam (w. 660 H) juga punya pendapat yang dikutip
oleh Ibnu Hajar Al-Haitsami, dimana beliau berfatwa sebagai berikut :
والذي نهى عن صومه جاهل بمأخذ أحكام الشرع وكيف يكون منهيا عنه مع أن العلماء الذين دونوا الشريعة لم يذكر أحد منهم اندراجه فيما يكره صومه
Orang yang melarang puasa Rajab itu
jahil dari sumber-sumber hukum syariah. Bagaimana bisa puasa rajab diharamkan,
sedangkan para ulama yang men-tadwin-kan syariah ini tidak satu pun dari mereka
yang membenci puasa rajab tersebut. [7]
Nampaknya fatwa beliau juga senada,
yaitu tindakan melarang orang berpuasa pada bulan Rajab adalah kebodohan,
karena tidak ada ulama yang melarang itu.
As-Suyuthi (w. 911 H) ketika menjelaskan hadits-hadits
terkait dengan puasa bulan Rajab, beliau menyimpulkan bahwa hadits-hadits itu
bukan hadits palsu, melainkan sekedar dhaif. Dan tetap dibolehkan
periwayatannya untuk keutamaan amal. Beliau menuliskan dalam fatwanya itu pada
kitab Al-Hawi lil Fatawa sebagai berikut :
ليست هذه الأحاديث بموضوعة، بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل
Semua
hadits ini bukan palsu (maudhu'), melainkan termasuk lemah (dhaif) yang
dibolehkan periwayatannya untuk keutamaan (fadhail).[8]
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) dalam fatwanya yang terkumpul
dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra menuliskan sebagai berikut
أني قدمت لكم في ذلك ما فيه كفاية، وأما استمرار هذا الفقيه على نهي الناس عن صوم رجب فهو جهل منه وجزاف على هذه الشريعة المطهرة فإن لم يرجع عن ذلك وإلا وجب على حكام الشريعة المطهرة زجره وتعزيره التعزير البليغ المانع له ولأمثاله من المجازفة في دين الله تعالى
Sudah saya jelaskan tentang
kesunahan puasa Rajab, dan itu sudah cukup. Adapun tindakan 'ahli fiqih' ini
yang terus menerus melarang orang-orang untuk puasa Rajab, itu adalah sebuah
kebodohan dan bentuk pengacak-acakan terhadap syariah yang suci ini. kalau ia
tidak merujuk fatwanya tersebut, wajib hukumnya bagi para hakim syariah yang
suci ini untuk melarangnya dan memberikan hukuman yang keras baginya dan juga
bagi orang-orang semisalnya –yang melarang puasa Rajab- karena mereka semua
sudah mengacak-acak agama Allah SWT ini.[9]
Dari fatwanya kita mendaptkan kesan
bahwa beliau mengecam keras mereka yang melarang umat untuk berpuasa Rajab.
Konon di masa hidupnya, ada beberapa orang yang mengaku ahli agama tetapi
melarang-larang puasa Rajab dengan alasan.
Imam Ash-Shawi (w. 1241 H) dari kalangan ulama mazhab
Al-Malikiyah dalam kitabnya Bulghatus-Salik ketika menjelaskan tentang
puasa-puasa sunnah, beliau memasukkan di dalamnya puasa Rajab.
وصوم رجب : أي فيتأكد صومه أيضا وإن كانت أحاديثه ضعيفة لأنه يعمل بها في فضائل الأعمال
Puasa Rajab: yakni dikuatkan (untuk
kesunahan) puasa Rajab juga walaupun hadits-haditsnya dhaif, karena hadits
dhaif boleh diamalkan dalam hal fadhail a’mal.[10]
Asy-Syaukani (w. 1250 H) dalam kitabnya Nailul Authar
mengomentari hadits-hadits terkait dengan puasa bulan Rajab sebagai berikut :
ظاهر قوله في حديث أسامة إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب
Pemahaman yang dzahir dari hadits
Usamah (bin Zayd) di atas adalah bahwa bulan Sya'ban adalah bulan yang banyak
dilupakan orang yang letaknya antara bulan Rajab dan Ramadan. Dan bahwa sunnah
hukumnya berpuasa pada bulan Rajab.[11]
Kesimpuannya:
1.
Puasa
bulan Rajab memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama
2.
Masing-masing
harus saling menghormati pendapat dan tidak saling menyalahkan
3.
Pangkal
perbedaan itu adalah penentuan waktu khusus untuk berpuasa pada hari-hari
tertentu di bulan Rajab.
- Tidak dijumpai dalil khusus yang menyebutkan
keutamaan puasa bulan Rajab, Hadits yang ada bersifat umum yakni anjuran
puasa di bulan haram.
- Beberapa sahabat Nabi saw seperti Umar bin
Khaththab justru melarang orang mengkhususkan puasa khusus di bulan Rajab
atau melakukan puasa sebulan penuh selama bulan Rajab.
- Dalil yang menyebutkan keutamaan khusus bagi
orang yang melakukan puasa Rajab terbilang
dhaif meskipun sebagian ulama membolehkan mengamalkan hadits dhaif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar