Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
(Ketua Yayasan Tahfizh Qur’an
Az-Zumar Bogor)
0817-1945-60
Berkunjung kepada orang yang sedang sakit
mempunyai keutamaan, seperti dijelaskan oleh Rasulullah saw:
مَنْ عَادَ مَرِيْضًا لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِحَتَّى
يَرْجِعَ
Artinya, "Barangsiapa yang
menjenguk orang yang sedang sakit, maka dia senantiasa berada pada petikan buah kurma di dalam
surga sampai dia pulang."[1]
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
يَقُوْلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي. قَالَ:
رَبِّي كَيْفَ أَعُوْدُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ؟ قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ
أَنَّ عَبْدِي فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ
تَعُدْهُ أَمَا إِنَّك َلَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ...
Artinya,
"Sesungguhnya Allah SWT berkata pada
hari kiamat: Wahai anak Adam! Aku telah sakit namun kamu tidak menjengukKu.
Anak Adam bertanya: "Bagaimanakah aku menjengukMu karena Engkau adalah
Tuhan semesta alam". Allah menegaskan: Tidakkah engkau mengetahui bahwa
hambaKu fulan sedang sakit namun engkau tidak menjenguknya, Seandainya engkau
menjenguknya niscaya engkau akan mendapatkan Aku padanya…"[2]
Ali berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
مَنْ أَتَى أَخَاهُ عَائِدًا
مَشَى فَي خُرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ
الرَّحْمَةُ فَإِذَا كَانَ غُدْوَةً صَلىَّ عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ
حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلىَّ عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى
يُصْبِحَ
Artinya, "Barangsiapa
yang menjenguk saudaranya, maka dia senantiasa berjalan pada petikan buah surga
sampai dia duduk, apabila dia sudah duduk maka rahmat akan tercurah baginya,
dan jika berkunjungnya pada saat pagi tujupuluh ribu malaikat berdo'a baginya
sampai sore, dan jika berkunjungnya pada waktu sore maka tujuhpuluh ribu
malaikat berdo'a baginya sampai waktu pagi."[3]
- Hendaklah orang yang sakit tersebut diingatkan untuk selalu bersabar
terhadap qadha' Allah atas dirinya, tidak memperlambat pengobatan dan tidak berangan-angan mati bagaimanapun
kronis penyakit yang dihadapinya.
- Boleh menjenguk orang kafir untuk
menyerunya kepada Islam. Berdasarkan hadits riwayat Anas bin Malik bahwa
seorang anak Yahudi yang telah berkhidmah kepada Nabi Muhammad saw ditimpa
penyakit, maka beliau datang menjenguknya dan memerintahkannya:
"Masuklah Islam!” Maka anak tersebut akhirnya masuk Islam.[4]
- Syekhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mengantar jenazah
orang kafir dan menjenguknya saat sakit. Ia menjawab: Janganlah mengantar jenazahnya,
tapi menjenguknya saat dia sakit, tidak mengapa. Sebab, hal tersebut bisa
membawa kemaslahatan untuk menarik hatinya pada Islam. Apabila dia mati
dalam keadaan kafir, ia wajib baginya neraka, dia tidak boleh dishalatkan."[5]
- Menjenguk orang yang sakit bisa
dilaksanakan pada waktu kapan saja selama tidak menyulitkan baginya. Al-Marwazi
berkata: "Aku pergi pada waktu malam bersama Abu Abdullah untuk
menjenguk seorang yang sedang sakit, bulan itu adalah bulan Ramadhan, dia
berkata kepadaku: (Pada Ramadhan orang yang sakit dijenguk pada waktu
malam)[6].
- Dianjurkan bagi seorang yang menjenguk
untuk duduk di sisi kepala orang yang sedang sakit. Saat seorang anak
Yahudi di timpa sakit maka Rasulullah datang menjenguknya dan duduk di
sisi kepalanya.[7]
Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi saat menjenguk orang yang sakit beliau duduk
di sisi kepalanya…"[8]
- Di antara tuntunan yang baik saat
berkunjung adalah bertanya kepadanya tentang keadaannya. Aisyah berkata: Saat Rasulullah saw sampai memasuki
Madinah, Abu Bakar dan Bilal ditimpa penyakit. Aisyah melanjutkan: Maka
menjenguk keduanya lalu bertanya kepada Abu Bakar: Wahai Bapakku bagaimana
keadaanmu?[9]
- Dibolehkan menangisi orang yang sakit, tapi
tangisan yang tidak mengarah pada meratapinya. Rasulullah saw menangis
saat masuk ke rumah Sa’ad bin Ubadah dan mendapatinnya dia sedang sakit.[10]
- Berdo’a dengan kebaikan bagi orang yang
sedang sakit, sebab malaikat mengaminkan ucapannya, seperti yang
dijelaskan dalam hadits Ummu Salamah. Dia berkata: Rasulullah saw bersabda:
إِذَا حَضرْتُمْ اْلَمرِيْضَ
أَوْ اْلَميِّتَ فَقُوْلُوْا خَيْرًا فَإِنَّ اْلَملاَئِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلىَ
مَا تَقُوْلُوْنَ. قَالَتْ:فَلَمَّا مَاتَ أَبُوْ سَلَمَةَ أَتَتِ النَّـبِيَّ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَارَسُـوْلَ اللهِ إِنَّ أَبَا سَلَمَةَ
قَدْ مَاتَ قَالَ قُوْلِي: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ
عُقْبَى حَسَنَة. قَالَتْ فَقُلْتُ: فَأَعْقَِبَنِي اللهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِي
مِنْهُ مُحَمَّدٌ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya, ”Apabila kalian mengunjungi orang yang sedang
sakit atau meningga maka katakanlah yang baik, sesungguhnya malaikat
mengaminkan apa yang kalian katakan. ”
Ummu Salamah menceritakan, saat Abu Salamah meninggal
dunia, dia mendatangi Nabi dan memberitahukan, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Abu Salamah meninggal dunia.” Lalu Rasulullah saw mengatakan, ”Bacalah do’a ini:
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَ حَسَنَة
(Ya Allah berikanlah ampunan bagiku dan baginya serta
berikanlah bagiku ganti yang baik). Lalu Allah
memberikan ganti yang lebih baik bagiku (Ummu Salamah) dengan Muhammad saw.
·
Di antara doa bagi
yang sakit, seperti:
لاَبَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ
شَاءَ اللهُ
Atau membaca do’a:
ََاشْـفِ فُلاَنًا اللّهُم
Atau do’a:
أَسْأَلُ اللهَ اْلعَظِيْمَ
رَبَّ اْلعَرْشَ اْلعَظِيْم َأَنْ يَشْفِيَكَ
(Aku mohon kepada Allah, Yang Maha Besar, Tuhan Arsy yang besar, agar
Dia berkenan menyembuhkanmu) dibaca 7x.
·
Meletakkan tangan di atas tubuh orang
yang sakit tersebut. Jika menjenguk orang yang sakit, Nabi saw meletakkan
tangannya pada tubuh orang yang sakit, lalu membaca: بِسْمِ
اللهِ[13]
·
Meruqyah orang
yang sakit:
-
Meruqyahnya dengan
Al-Mu’awwidzat. Dari Aisyah, Ummul Mu’minin radhiallahu anha menceritakan bahwa
apabila salah seorang keluarga Rasulullah SAW sakit maka beliau
meniupnya dengan membaca Al-Mu’awwidzat...([14])[15]
-
Membaca
أَذْهِبِ اْلبَأْسَ رَبَّ
النَّاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِـفَاءَ إِلاَّ شِـفَاءُكَ شِـفَاءً لاَ
يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkanlah penyakit, wahai Tuhan
manusia, sembuhkanlah, hanya Engkaulah yang menyembuhkan tidak ada kesembuhan
kecuali kesembuhan yang Engkau kehendaki kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit.”[17]
بِسْمِ اللهِ أُرْقِيْكَ مِنْ
كُلِّ شـَرٍّ يُؤْذِيْكَ مِنْ شَـرِّ
كُلِّ نَفْسٍ أَوْعَيْنٍ حَاسِدٍ اللهُ يَشْفِيْكَ بِاسْمِ اللهِ أُرْقِيْكَ
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari
setiap kejahatan yang menyakitimu, dari setiap kejahatan jiwa atau mata yang
dengki, Allahlah yang menyembuhkanmu dengan nama Allah aku meruqyahmu.”[18]
·
Menjenguk seseorang tidak mesti
dilakukan saat yang sakit mengetahui siapa yang menjenguknya. Menjenguk
seseorang disyari’atkan sekalipun orang yang sakit tersebut pingsan, untuk
mendapatkan keberkahan do’anya dan tangannya yang diletakkan pada tubuh orang
yang sakit tersebut, lalu mengusap dan meniupnya dengan bacaan Al-Mu’awwidzat
dan yang lainnya.[19]
·
Dari Jabir bin
Abdillah berkata: Aku ditimpa suatu penyakit. Lalu Rasulullah sdaw bersama Abu
Bakar datang menjengukku dengan berjalan kaki. Mereka mendapatiku sedang
pingsan, lalu beliau menuangkan air wudhu’nya kepadaku, akhirnya aku
tersadar dan tiba-tiba Nabi Muhammd saw sudah
ada di hadapanku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang mesti kulakukan
dengan hartaku? Apakah yang mesti aku perbuat pada hartaku? Namun beliau tidak
menjawabku sehingga turun ayat-ayat tentang pembagian warisan.”[20]
·
Tidak perlu
membawa bunga, terutama bagi yang meninggal dunia. Hal itu termasuk bentuk
menyerupai prilaku Yahudi dan Nashrani.
·
Mengajarkan ucapan
syahadat bagi orang yang sedang sakit, saat ajal menjemput, lalu menutup
matanya dan berdo’a baginya jika telah meninggal dunia.
·
Dianjurkan
menjenguk orang yang sedang sakit pada permulaan sakitnya, berdasarkan sabda
Nabi: Apabila dia sakit maka jenguklah dia.”[21]
·
Tidak dianjurkan
memaksa orang yang sedang sakit untuk makan atau minum dengan makanan dan
minuman tertentu.[22]
Mendampingi orang yang sakit dan tidak meninggalkannya
sendirian. Selain untuk menghiburnya, juga untuk membantunya jika memerlukan sesuatu.
[1] HR Muslim no: 2568
[2] HR Muslim no: 2569
[3] HR. Ahmad no: 756, Abu Dawud no: 3098,
Albani berkata: Shahih no: 1191
[13] Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Fathul
Bari 10/126 diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad yang baik.
[15] Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: Yang dimaksud
dengan Al-Mu’awwidzat adalah surat Al-falaq dan Qul a’udzu bi robbi nnas
dan dijama’kan sebab jumlah minimal bagi jama’ adalah dua. Atau dijadikan
bentuk jama’ karena yang dimaksud adalah kalimat yang terdapat di dalam dua
surat tersebut, dan bisa jadi maksud dari Al-Muawwidzat adalah dua surat di
atas ditamah dengan surat Al-Ikhlash dan inilah yang biasa terjadi. Pendapat
inilah yang dipegang. Fathul Bari 7/738.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar