Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
(Ketua Yayasan Tahfizh Qur’an Az-Zumar Bogor)
0817-1945-60
A. Waktu yang Terlarang untuk Shalat
Yang
dimaksud waktu terlarang pada pembahasan ini adalah waktu untuk melaksanakan
shalat sunnah. Terdapat tiga waktu terlarang untuk mengerjakan shalat sunnah,
yaitu:
- Waktu terbit
matahari (setelah shalat Subuh).
- Waktu
condong matahari pada tengah hari (menjelang shalat Zuhur).
- Waktu
tenggelamnya matahari (setelah shalat Asar).
Uqbah
bin Amir, dia berkata, “Ada tiga waktu yang Rasulullah saw melarang kami untuk
shalat atau mengubur mayat pada waktu-waktu tersebut, yaitu ketika matahari
terbit hingga dia meninggi, ketika bayangan seseorang tampak tegak lurus saat
dia berdiri dia bawah sinar matahari hingga condongnya matahari, ketika
pancaran sinar matahari semakin berkurang saat hendak terbenam hingga waktu
terbenamnya.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Muslim, Abu Daud,
dan Tirmidzi).
Di
antara ulama terdapat perbedaan pendapat tentang tetap boleh atau tidaknya
melaksanakan shalat sunnah pada waktu terlarang jika ada sebab melaksanakannya.
Dalam permasalahan ini pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang
membolehkan jika ada sebab. Di antara contoh sebab tersebut adalah shalat
tahiyyatul masjid, shalat gerhana, istisqa’, dan shalat sunnah dua rakaat
setelah berwudhu.
B. Tempat yang Terlarang untuk Shalat
Secara
umum dan dalam kondisi normal, seluruh bumi Allah sah digunakan sebagai tempat
shalat. Rasulullah saw bersabda:
الأَرْضُ كُلُّهَا
مَسْجِدٌ إِلاًّ لْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
Artinya,
“Tanah semuanya adalah masjid melainkan kuburan dan tempat kamar mandi (WC).” Syaikhul
Islam berkata: ‘Sanadnya bagus’, Iqtidha As-Shiratal Mustaqim, hal. 332.
Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa, 1/320.)
Adapun
beberapa tempat lainnya yang terlarang untuk shalat adalah:
1.
Tempat Sampah
Yaitu
tempat sampah atau tempat pembuangan sampah yang kadang di dalamnya terdapat
najis. Maka, dilarang shalat di dalamnya karena (ada) najisnya. Kalau kita kira
tempat itu suci, maka ia termasuk tempat yang menjijikkan. Tidak layak seorang
muslim berdiri menghadap Allah di tempat tersebut.
2.
Tempat Penyembelihan (hewan)
Yaitu
tempat penyembelihan hewan-hewan. Karena tempat itu terkotori dengan najis -seperti
darah- dan kotoran-kotoran.
3.
Kuburan
Yaitu
tempat kuburan, dilarang shalat di dalamnya agar terhindar dari penyembahan
terhadap kuburan atau menyerupai orang yang menyembah kuburan. Dikecualikan
dari itu, shalat jenazah yang boleh dilakukan di dalam area pekuburan. Terdapat
riwayat shahih bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam shalat mayat di kuburan
untuk wanita yang biasa membersihkan masjid setelah dikebumikan. (HR. Bukhari,
no. 460. Muslim, no. 956)
Termasuk
dilarang shalat di dalamnya juga adalah masjid yang dibangun di atas kuburan.
Sebagaimana (hadits) mutawatir bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam melaknat
orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid dan melarang hal itu.
Ibnu
Taimiyah berkata, "Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan para Nabi,
orang-orang shalih, para raja dan lainnya, harus dihilangkan dengan
menghancurkan atau dengan yang lainnya. Hal ini sebagaimana saya ketahui tidak
ada perbedaan di antara para ulama yang terkenal. Makruh shalat di dalamnya
tanpa ada perbedaan, dan tidak sah (shalatnya) menurut pandangan kami. Karena
riwayat tentang larangan dan laknat tentang hal itu dan juga karena (ada)
hadits-hadits lain.’ (Iqtidha As-Shirat Al-Mustaqim, hal. 330).
4.
Tengah Jalan
Yaitu
jalan yang dilalui oleh orang. Sedangkan jalan yang tidak terpakai atau di sisi
jalan yang tidak dilalui oleh orang, maka tidak dilarang (menunaikan)
shalat di dalamnya.
Sebab
dilarang shalat di tengah jalan karena mempersempit (jalan) orang dan
menghalangi lalu lalang serta mengganggu dirinya sehingga menghalangi
kesempurnaan shalatnya. Shalat di tengah halan makruh dan bisa jadi haram jika
menghalangi orang lewat atau khawatir menyebabkan dirinya kesulitan atau
terjadi kecelakaan atau lainnya.
Dikecualikan
dari hal itu, jika ada keperluan atau darurat seperti shalat Jum’at atau
Ied di jalan jika masjid telah penuh sesak. Hal ini telah biasa dilakukan
oleh umat Islam.
5.
Kamar Mandi
Yaitu
yang digunakan untuk mandi. Ada ketetapan dari Nabi saw tentang larangan shalat
di kamar mandi dalam hadits Abi Said yang lalu. Hal itu menunjukkan batalnya
shalat di dalamnya. Illat (sebab) larangan shalat di dalamnya karena kamar
mandi merupakan tempat tinggal setan dan tempat dibukanya aurat. Yang
tampak dari hadits, bahwa larangan tersebut mencakup semua istilah hammam
(kamar mandi), tidak ada bedanya, apakah tempat tersebut digunakan untuk mandi
(saja) atau (juga) untuk menyimpan pakaian.
Kalau
shalat dilarang di kamar mandi, maka larangan shalat di tempat buang air (WC)
yaitu tempat membuang kotoran, lebih utama lagi. Tidak adanya (dalil tentang)
larangan shalat di WC, karena bagi setiap orang berakal, apabila mendengar Nabi
saw melarang shalat di tempat mandi, dia akan mengetahui bahwa shalat di WC
lebih utama lagi pelarangannya. Karena itu Ibnu Taimiyah berkomentar tentang
masalah ini, "Tidak ada nash yang khusus (yakni larangan shalat di
dalamnya) dalam WC, karena masalahnya sangat jelas bagi kaum muslimin
bahwa hal itu tidak memerlukan dalil (lagi)." (Majmu Fatawa, 25/240)
6.
Kandang Unta
Yaitu
dikumpulkannya unta, termasuk juga tempat berkumpulnya setelah mengeluarkan
air. Illat (sebab) larangannya adalah bahwa kandang onta adalah tempat tinggal
para setan, dan kalau ontanya berada di dalam, maka (dapat) mengganggu orang
yang shalat dan menghalangi kesempurn aan khusyu karena
khawatir dari gangguannya.
7.
Di atas (bangunan) Ka’bah
Para
ulama melarang hal tersebut, karena tidak dapat menghadap kiblat, tapi hanya
menghadap sebagiannya (saja) karena sebagian Ka’bah berada di belakang
punggungnya. Sebagian ulama lainnya berpendapat sah shalat di atas Ka’bah.
Karena ada ketetapan bahwa Nabi saw shalat di dalam Ka’bah waktu Fathu Makkah.
Maka shalat di atasnya (hukumnya) seperti itu juga. Realitanya sekarang,
shalat di atas Ka’bah sekarang tidak mudah.
8.
Tanah yang dirampas dari pemiliknya
Barangsiapa merampas tanah
dari pemiliknya, diharamkan shalat di dalamnya menuruk kesepakatan (ijma) para
ulama. Imam Nawawi berkata di kitab al-Majmu, 3/169, ‘Shalat di tanah yang
dipakai tanpa seizin pemiliknya adalah haram menurut ijma’ (konsensus para
ulama).’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar