Oleh: Hepi Andi
Bastoni, MA
0817-1945-60
Penyematan nama
suami di belakang kebanyakan nama istri itu bukanlah tradisi yang dikenal oleh
syariah. Sejak zaman dulu, Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya tidak
pernah melakukan itu, mereka tidak pernah menyematkan nama suami-suami mereka
di belakang nama istri-istri mereka.
Pun begitu,
istri-istri Nabi Muhammad saw tetap menyematkan nama ayah mereka di belakang
nama mereka, dan bukan nama Nabi. Seperti Khadijah binti Khuwailid, dan bukan
Khadijah Muhammad.
Penyematan nama
suami di belakang nama istri ialah budaya Barat yang terlanjur menjadi
kebiasaan bagi kita ini, dan bahkan hampir di seluruh Negara di belahan dunia
memakai cara ini, yaitu menyematkan nama suami atau keluarga suami di belakang
nama istri.
Awalnya memang
sejak dulu kala, orang-orang semua menamakan dirinya dengan nama nasab. Maksud
nama nasab ialah: ia menyematkan nama ayah kandung mereka di belakang nama
mereka dengan pemisah kata "Ibn", atau "Ibnatu" untuk
perempuan. Yang kalau di Indonesia dikenal dengan sebutan "Bin", dan
"Binti".
Namun tardisi ini
lama-kelamaan menghilang. Sekitar abad ke -14 Masehi, orang-orang sudah tidak
lagi memakai kata "bin" untuk memisahkannya dengan nama ayahnya. Jadi
yang awalnya "Ahmad bin Hamdan", menjadi "Ahmad Hamdan".
Nah kemudian
tradisi berubah lagi hanya untuk perempuan, kalau perempuan justru ketika masih
perawan, nama ayah yang disematkan di belakang namanya. Tetapi ketika ia sudah
bersuami, nama suami atau keluarga suami lah yang menjadi nama belakangnya dan
biasanya ditambah dengan awalan "miss" atau "nyonya".
Awalnya bernama
"Maryati", setelah menikah dengan "Andi Setiawan", namanya
berubah menjadi "Nyonya Maryati Andi Setiawan" . Atau "Maryati
Setiawan". tujuannya sebagai "tanda" bahwa si dia itu istrinya
si dia.
Lalu bagaimana
hukumnya?
YANG MENGHARAMKAN
1. Bukan Tradisi Islam
Karena memang
penyematan nama suami di belakang nama istri ini tidak dikenal dalam tradisi
syariah, beberapa kalangan ulama mengharamkan praktek ini. Selain kerana ini
memang tidak ada tuntunannya, ini juga nantinya akan menyebabkan kerancuan
nasab.
2. Kerancuan
Nasab Dalam Syariah
Kerancuan nasab,
dan kebimbangan ketika ada orang yang membaca atau mengenalinya, "Si Dia
itu anaknya siapa?". Karena bagaimanapun kerancuan nasab punya
konseksuensi syariah yang cukup detil.
Bagaimanapun nasab punya kedudukan penting
dalam syariah. Seperti dalam masalah waris, pernafkahan dan juga perwalian
serta status Mahram. Penyematan nama suami itu menyebabkan banyak kerancuan
syariah nantinya. Selain itu juga bahwa ada ayat yang melarang itu, yaitu
melarang untuk menyematkan nama selain ayah kandung di belakang nama seseorang,
baik laki atau perempuan.
3. Ada Larangan Dalam Al-Quran:
"Panggilah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah
yang lebih adil pada sisi Allah" (Al-Ahzab; 5)
Dalam ayat ini,
(menurut Ulama yang memang mengharamkan menyematkan nama selain bapak di
belakang nama seseorang) terdapat perintah untuk memanggil seseorang dengan
nama bapaknya kandung. Sekaligus menjadi larangan untuk sebaliknya.
Di samping itu
juga, karena memang menyematkan nama ayah kandung itu yang dianjurkan dalam
syariah, selain karena nasab dan juga sebagai indentitas serta kejelasan wali.
Nah kalau disematkan kepada nama suami, apa maslahatnya?
YANG MEMBOLEHKAN
Tetapi tidak
semua ulama beranggapan sama dengan apa yang disampaikan diatas. Beberapa ulama
dalam fatwanya mengatakan bahwa boleh-boleh saja menyematkan nama suami di
belakang nama istri, asalkan itu memang sudah menjadi kebiasaan yang tidak akan
menybabkan kerancuan nasab.
Beberapa ulama
mengeluarkan fatwa kebolehan ini, seperti Dar Al-Ifta' Al-Mishriyah (Lembaga
Fatwa Mesir). Dalam fatwanya no. 152 tanggal 27/10/2008. Tentu dengan beberapa
argument yang kuat juga.
1. Ayat Bukan
Larangan
Ayat yang
disebutkan tadi, yaitu surat Al-Ahzab ayat 5 itu memang perintah, tapi harus
dilihat dulu latar belakang turunnya (Asbab Nuzul) ayat tersebut. Ayat ini
turun sebagai penolakan syariah Islam terhadap apa yang telah terjadi dimasa
Jahiliyah.
Banyak orang
dimasa itu yang menyematkan nama seseorang dengan nama yang bukan ayah
kandungnya. Seperti apa yang disematkan kepada nama Zaid bin Haritsah, salah
satu budak Nabi Muhammad saw. Banyak sahabat yang memanggilnya dengan sebutan
Zaid bin Muhammad. Dan memang itu kebiasaan orang ketika itu, yaitu menyematkan
nama Tuan-nya di belakang nama Budak-nya.
Nah ketika ayat
ini turun, semua kebiasaan itu menjadi terlarang. Lalu semua beralih memanggil
Zaid menjadi Zaid bin Haritsah. Juga sekaligus larangan bahwa tidak boleh
memanggail nama seseorang dengan bukan nama ayah kandungnya. (Tafsir Ibnu
Katsir; Tafsir Al-Ahzab ayat 5)
2. Yang Dilarang,
Menyematkan Nama Selain Ayah Kandung
Yang benar-benar
dilarang oleh syariah ialah menyematkan nama selain ayah kandung dengan redaksi
peranakan atau redaksi nasab yang sah. Penyematan nama nasab itu dengan kata
"bin" atau "binti".
Jadi tidak boleh
sama sekali menyematkan nama dengan "bin" atau "binti"
kepada selain ayah kandung. Larangan ini disepakati oleh ulama sejagad raya
ini. Jadi kalau si Ahmad nama ayahnya ialah Hamdan, maka menjadi haram kalau
dia menyematkan nama setelah "bin"-nya dengan selain Hamdan.
Karena "bin" atau "binti"
ialah kata yang menunjukkan nasab. Kalau melanggar ini maka ini yang membuat
kerancuan sangat fatal. kalau tidak makai "bin" atau
"binti" yaa menjadi tidak masalah, karena itu bukan menunjukkan
nasab. Toh para pendahulu kita dari banyak ulama juga menyematkan di belakang
namanya dengan bukan nama ayah kandungnya.
Seperti Imam Abu
Hamid Al-Ghazali, "Al-Ghazali" bukanlah nama ayahnya melainkan nama
daerah kelahirannya. Yang haram kalau itu memakai kata pemisah "bin",
karena memang itu bukan ayahnya. Ini larangan yang disepakati oleh ulama
sejagad raya. Dan kalau menyematkan di belakang nama dengan bukan
"bin", yaa menjadi tidak masalah.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan
bahwa tidak dilarang kalau memanggil seseorang dengan sebutan "anak".
Yang dalam bahasa Arab disebut dengan "Bunayya", (anakku).
Ini tidak dilarang jikalau maksudnya untuk
sebutan kasih sayang dan bukan penetapan nasab. (Tafsir Ibnu Katsir, tafsir
Al-Ahzab ayat 5).
Karena Nabi saw
juga pernah diririwayatkan dalam sebuah hadits yang shahih riwayat Imam Muslim,
bahwa Beliau saw memanggil Anas bin Malik dengan sebutan "Ya Bunayya"
(wahai anakku).
3. Sudah Menjadi
'Urf (kebiasaan)
Sudah bukan hal
yang tabu lagi dalam waktu belakangan ini bahkan sejak dahuku kala, bahwa
banyak istri yang menyematkan nama suaminya di belakang namanya sendiri. Dan
itu kebiasaan banyak negara, bukan cuma Indonesia.
Walaupun memang
kita tahu bahwa itu adat Barat, tapi apa yag datang dari barat bukan berarti
negatif dan harus ditinggal. Kalau memang tidak melanggar syariah yaa tidak
masalah.
Penyematan nama
suami atau keluarga suami di belakang nama istri sudah menjadi kebiasaan yang
sepertinya orang tidak lagi aneh. Orang ketika membaca nama si wanita itu akan
mengerti bahwa dibalakang namanya itu nama suaminya.
Penyematan nama
suami juga tidak berarti bahwa si suami itu ayahnya si wanita. Dan tidak juga
membatalkan statusnya seorag anak dari ayah kandungnya yang asli. Semua orang
sudah biasa dengan keadaan ini.
Sama sekali tidak
ada yang beranggapan bahwa nama di belakang itu nama ayah kandung. Pasti ketika
baca, orang masih akan bertanya "siapa ayahnya?", ini kan bukti bahwa
penyematan itu bukan berarti pe-nasab-an.
Di Indonesia ini
yang hampir semua orang bernama lebih dari satu kata. Susunan kata yang lebih
dari satu itu kan tidak berarti bahwa nama kedua itu nama ayahnya. Tapi nama
kedua itu masih nama dia sebagai orang yang satu.
Terlebih lagi di
Indonesia itu kita sering memanggil seorang istri dengan nama suaminya. Namanya
Maryati. Tapi karena suaminya namanya Budi, ia pun dipanggil Bu Budi. Padahal
kita tahu bahwa nama aslinya bukan Budi. Itu semua kan tidak berarti bahwa nasabnya
berubah. Tanpa dijelaskan semua tahu itu.
Namun,
jika tidak perlu menyematkan nama suami di belakang istri itu tentu lebih aman.
Keluar dari perbedaan itu lebih baik. Sehingga, seseorang tetap dipanggil
dengan namanya yang asli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar