Oleh: Farid Ahmad
Ukbah
Mengkaji suatu aliran atau sekte diperlukan keluasan
wawasan. Apalagi seperti aliran Syi’ah yang mempunyai sejarah panjang dan
referensi cukup banyak. Setuju atau tidak, jika membahas Syi’ah akan tampak perbedaan
bahkan permusuhan terhadap Ahlus Sunnah yang dianggap antitesa Syi’ah. Berbagai
pihak berusaha mengkompromikan antara dua aliran besar ini dengan istilah Taqrib dan Forum Ukhuwah. Tapi kebanyakannya gagal, karena dianggap tidak
fair. Sebab yang terjadi adalah Syiahnisasi
Ahlus Sunnah. Perlu diketahui, dalam masalah ini bila disebutkan
Syi’ah yang dimaksud adalah Syi’ah
Imamiyah Itsna Asyariyah, Ja’fariyah yang dipegangi oleh Iran.
Syi’ah dari segi bahasa berarti pengikut, kelompok atau
golongan. Secara terminologi berarti satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali
bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan
umat setelah Nabi Muhammad saw. (Ensiklopedi Islam, PT. Ikhtiar Baru Van
Hoekl, Jakarta, Th 1997, Cet. 4, Juz 5 ).
Para penulis sejarah tak ada yang sepakat mengenai awal
lahirnya sekte Syi’ah. Hanya bisa disimpulkan ada tiga pendapat yang menonjol
menurut ulama Syi’ah. Pertama,
Syi’ah lahir sebelum datangnya risalah Muhammad saw seperti diriwayatkan
al-Kulaini dari Abil Hasan berkata, “Wilayah
Ali tertulis di seluruh suhuf para Nabi. Allah tidak mengutus Rasul kecuali
dengan (misi) kenabian Muhammad saw dan wasiat Ali as.” (Muhammad bin
Ya’kub al-Kulaini, al-Ushul Minal Kafi, Juz I). Kedua, Syi’ah lahir pada masa Nabi masih
hidup. Pendapat ini dilansir oleh al-Qumi, al-Nubakhti dan ar-Raji. (Dr.
Nashir Al-Qufari, Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah, tanpa cetakan, th. 1415 H/1994
M, Cet. 2).
Pendapat ini sulit dibuktikan, karena pada masa Abu Bakar
dan Umar saja tak dikenal adanya pengikut Syi’ah. Ketiga,
pendapat yang umumnya diketengahkan banyak para penulis Syi’ah bahwa Syi’ah
lahir setelah terjadi fitnah pembunuhan Utsman dan yang paling menonjol Syi’ah
baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Ali dan Muawiyah.
(Ensiklopedi Indonesia, Juz 6 Lihat: Abdullah bin Saba’, Dr Sulaiman
al-Audah).
Syi’ah menurut penelitian Dr Abdul Aziz Wali dalam
disertasinya, pada abad pertama Syi’ah masih sebatas pengutamaan Ali atas
Utsman. Tak sampai mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Di antara tokoh
Syi’ah yang menyatakan itu adalah Imam Sya’bi dan Ja’far ash-Shadiq. Hanya
kemudian trend Syi’ah berkembang menjadi madzhab tersendiri yang umumnya
golongan Syi’ah ini tak mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Utsman, Muawiyyah
dan seterusnya Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam mereka. (Mengapa
Kita Menolak Syi’ah, LPPI, Th. 1418 H/1998 M, Cet. I).
Menurut penelitian Lembaga Penelitian dan Pengkajian
Islam (LPPI) bahwa sementara pihak dari kalangan Syi’ah hendak mengatakan bahwa
Abdullah bin Saba’, sang Yahudi itu, bukan pendiri dan aktor intelektual
Syi’ah. Bahkan, kata mereka, tokoh itu fiktif. Tetapi LPPI berhasil menemukan 7
riwayat dari sumber Syi’ah dan 6 riwayat dari sumber Ahlus Sunnah yang karenannya
sulit dibantah kalau Abdullah bin Saba’ bukan pendiri Syi’ah. (Muhammad
Shadiq Ash-Shadr. Asy-Syi’ah Al-Imamiyah, Cairo, Mathba’atun Najah, th. 1402
H/1982 M, Cet II).
Bahkan Ibnu Taimiyah pernah mengatakan, peranan Abdullah
bin Saba’, si Yahudi, yang berpura-pura
masuk Islam dan berhasil memprovokasi sebagian umat Islam yang kemudian menjadi
ajaran Syi’ah itu, berhasil merusak Islam dari dalam sebagaimana Paulus, si
Yahudi itu, berhasil mengacak-acak agama Kristen.
Lebih dari itu, Syeikh Ahmad al-Jumali dalam bukunya Badzlul Majhud fi Musyabahatis-Syi’ah bil
Yahud (Usaha Mencari Persamaan
Syi’ah dengan Yahudi), ditulis dalam dua jilid besar.
Inti ajaran Syi’ah sebenarnya terletak pada masalah Imam
yang mereka pusatkan pada tokoh-tokoh Ahlul Bait. Imam itu tidak boleh di luar
dari mereka. Karena itu mereka menentukan 12 Imam. Yaitu, Ali bin Abi Thalib
(41 H / 661 M), Hasan bin Ali bin Abi Thalib (49 H / 669 M), Husain bin Ali bin
Abi Thalib (61 H / 680 M), Ali bin Husein Zaenal Abidin (94 H / 712 M),
Muhammad Al-Baqir (113 H / 713 M), Ja’far Ash-Shadiq (146 H / 765 M), Musa
Al-Kadzim (183 H / 799 M), Ali Ar-Ridha (203 H / 818 M), Muhammad Al-Jawad (221
H / 835 M), Ali Al-Hadi (254 H / 868 M), Hasan Al-Askari (261 H / 874 M),
Muhammad Al-Muntazhar, al-Mahdi, (265 H / 878 M).
Pihak Syi’ah meyakini imam-imam ini ma’shum (terjaga dari salah dan dosa) dan yang paling berhak
melaksanakan imamah. Hanya dalam perkembangan Syi’ah terjadi perbedaan ketika
menentukan siapa Imam setelah Ali Zainal Abidin, apakah Zaid bin Ali atau
Muhammad Al-Baqir. Karena itu, Syi’ah terbagi dua. Pertama Syi’ah Imamiyah.
Kedua, Syi’ah Zaidiyah. Keduanya bersaudara. Demikian pula ketika menentukan
Imam ketujuh, karena Ja’far Ash-Shadiq mempunyai beberapa orang anak pria. Di
sini Syi’ah Imamiyah menentukan Musa al-Kadzim, sedangkan Syi’ah Ismailiyah
mengikuti Ismail bin Ja’far.(Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI, Th. 1418
H/1998 M, Cet. I, hal 52).
Di luar tiga golongan Syi’ah tersebut, terdapat Syi’ah
Ekstrim yang menyatakan , Ali bin Abi Thalib sebagai tuhan dan tak mati
terbunuh (faham sesat dari Syi’ah Saba’iyah). Paham ini juga menyatakan
al-Qur’an seharusnya turun pada Ali bin Abi Thalib. Karena kekeliruan malaikat
Jibril, diberikan kepada Muhammad saw atau paham sesat dari Syi’ah Gusabiyah. (Ensiklopedi
Juz 6 hal: 3406).
Ada empat rujukan utama Syi’ah untuk membangun
madzhabnya. Pertama, Al-Kafi, karangan Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini, ulama Syi’ah terbesar
di zamannya. Dalam kitab itu terdapat
16199 hadits. Buku ini oleh kalangan Syi’ah paling terpercaya dari keempat
rujukan itu.
Kedua,
“Man Laa Yahdhuruhul Faqih” karangan Muhammad bin Babawaih al-Qumi. Di
dalamnya ada 3913 hadits musnad dan 1050 hadits mursal. Ketiga, “At-Tahdzib” karangan
Muhammad at-Tusi yang dijuluki Lautan
Ilmu. Keempat, “Al-Istibshar” pengarang
yang sama, mencakup 5001 hadits. (Muhammad Ridho Mudzaffar, Al-‘Aqaidul
Imamiyyah). Muhammad Shadiq Ash-Shadr, Asy-Syi’ah Al-Imamiyah, Cairo,
Mathba’atun Najah, th. 1402 H/1982 M, Cet II, hal 130-134 sumber : http://mujtamaonline.com/membedah-syiah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar